PARLEMENTARIA – Di balik penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Damayanti, menilai akar persoalan justru terletak pada ketimpangan kualitas antar sekolah negeri.
Hal itu disampaikan politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim dan sejumlah perguruan tinggi di Gedung E Lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, Selasa (10/06/2025) kemarin. Menurutnya, ketidakmerataan mutu fasilitas dan tenaga pendidik menciptakan stigma sekolah favorit yang mendorong masyarakat berebut kursi di sekolah tertentu.
Tenaga pendidik di pusat kota ataupun yang jauh dari pusat kota harus memiliki kualitas yang setara, begitu pula dengan fasilitas penunjang pendidikannya. “Distribusi guru berkualitas harus adil. Jangan ada lagi sekolah yang dianggap pinggiran hanya karena letaknya jauh dari pusat kota,” ujar Damayanti.
Ia juga menyoroti fakta bahwa tidak semua wilayah memiliki akses sekolah negeri yang memadai. Ia mencontohkan Balikpapan Tengah yang hingga kini belum memiliki satu pun SMA negeri. “Balikpapan Tengah bahkan tak punya sekolah menengah atas. Lalu, ke mana anak-anak ini harus bersekolah?” tegasnya.
Ia menilai, selama ketimpangan kualitas belum teratasi, kebijakan zonasi hanya akan memicu masalah baru, termasuk persepsi diskriminasi. “Kita harus jujur, selama kualitas sekolah tidak merata, masyarakat pasti akan memilih sekolah yang dianggap unggul. Tapi ini tidak adil bagi siswa lain,” katanya.
Selain itu, Damayanti menegaskan bahwa kualitas pendidikan tak bisa hanya diukur dari gedung megah, tetapi juga kualitas guru dan layanan belajar. Ia berharap Pemprov Kaltim lebih serius memastikan seluruh sekolah negeri setara dalam mutu.
Menurutnya, pemerataan fasilitas dan guru berkualitas akan menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada sistem zonasi yang kerap memicu polemik. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna