JAKARTA — Seorang remaja asal Thailand mengungkap pengalaman traumatis saat menjadi korban perdagangan manusia di Kamboja. Ia mengaku dipaksa bekerja sebagai penipu daring setelah sebelumnya dibujuk untuk menerima tawaran kerja yang menjanjikan.
Dalam kesaksiannya yang disiarkan dalam program Evening Up CNBC Indonesia, Jumat (27/6/2025), remaja tersebut mengaku sempat nekat melompat dari jendela demi melarikan diri dari tempat penyekapan. Kejadian tersebut terjadi delapan tahun lalu, namun baru terungkap secara luas saat ini seiring meningkatnya perhatian publik terhadap praktik perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara.
Menurut penuturannya, ia awalnya dijanjikan pekerjaan yang layak di Kamboja oleh pihak perekrut. Namun sesampainya di lokasi, ia justru dipaksa bekerja di sebuah pusat penipuan daring yang menyasar warga asing. Ia tidak hanya dipaksa melakukan tindakan kriminal, tetapi juga mengalami penyiksaan fisik dan psikologis selama berada di tempat tersebut.
“Saya pikir itu akan menjadi pekerjaan biasa. Tapi saya dikunci, dipukul, dan dipaksa menipu orang setiap hari,” ungkapnya dalam rekaman video yang dirilis media lokal Thailand.
Puncak dari penderitaannya terjadi ketika ia berusaha melarikan diri dengan melompat dari lantai atas sebuah gedung. Aksi nekat itu nyaris merenggut nyawanya. Meski selamat, ia mengalami luka berat dan trauma yang berkepanjangan.
Kisah ini menambah panjang daftar korban perdagangan manusia yang dimanfaatkan oleh jaringan kejahatan siber di Asia Tenggara, khususnya di perbatasan Thailand–Kamboja–Laos. Organisasi HAM dan sejumlah negara telah menyerukan tindakan keras terhadap sindikat kriminal yang terlibat dalam perekrutan, penyekapan, dan eksploitasi pekerja paksa, termasuk anak di bawah umur.
Pemerintah Thailand dan Kamboja sendiri telah menjalin kerja sama bilateral dalam upaya memberantas praktik tersebut. Namun, laporan dari berbagai lembaga menunjukkan bahwa sindikat ini terus beroperasi secara tertutup dan menggunakan modus baru untuk memikat korban, termasuk melalui iklan pekerjaan palsu di media sosial.
Dengan meningkatnya kasus serupa, aktivis dan pegiat HAM mendesak pemerintah dan lembaga internasional untuk memberikan perlindungan lebih bagi korban serta memperketat pengawasan terhadap jaringan perdagangan manusia lintas negara.[]
Putri Aulia Maharani