Komisi III DPR Bakal Undang LSM Penolak KUHAP Baru

Komisi III DPR Bakal Undang LSM Penolak KUHAP Baru

Bagikan:

JAKARTA – Polemik mengenai hadirnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terbaru kembali mencuat setelah sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyatakan penolakan. Merespons dinamika tersebut, Komisi III DPR memastikan akan membuka ruang dialog dengan kelompok-kelompok yang keberatan terhadap produk legislasi tersebut.

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan bahwa pihaknya siap menjelaskan seluruh proses hingga substansi KUHAP baru. Ia menyampaikan hal itu melalui keterangan tertulis pada Kamis (20/11/2025).

“Komisi III DPR RI akan mengundang bertemu LSM-LSM penentang KUHAP baru. Kami siap memberikan penjelasan kepada mereka semua aspek terkait pengesahan KUHAP baru, mulai dari hal-hal substantif hingga hal-hal teknis,” ujar Habiburokhman.

Sebagai bagian dari upaya membuka akses publik, Komisi III menginginkan dialog digelar secara transparan. Pertemuan tersebut direncanakan berlangsung terbuka dan akan disiarkan langsung agar masyarakat dapat mengikuti jalannya diskusi tanpa perlu bergantung pada informasi sekunder.

“Agar memenuhi asas transparansi, pertemuan tersebut akan dilakukan secara terbuka serta disiarkan langsung oleh TV Parlemen,” ucapnya.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan bahwa perhatian publik terhadap pembaruan KUHAP merupakan sesuatu yang wajar. Namun, ia menilai sejumlah kritik lahir akibat informasi yang tidak tepat.

“Kami menghormati siapapun yang menentang KUHAP baru, hal tersebut setidaknya menunjukkan kepedulian mereka atas terus berjalannya reformasi penegakan hukum. Namun kami melihat banyak kesalahpahaman terjadi sehingga mungkin saja menjadi penyebab penolakan,” kata dia.

KUHAP yang telah berlaku sejak 1981 memang baru mengalami revisi dan disahkan kembali pada Selasa (18/11/2025). Habiburokhman menyebut revisi tersebut merupakan langkah penting untuk memperbaiki sistem peradilan pidana Indonesia.

“Menurut kami KUHAP yang disahkan kemarin merupakan perbaikan signifikan dari KUHAP yang berlaku saat ini sehingga harus segera diberlakukan. Karena itu segala bentuk kesalahpahaman harus bisa segera diluruskan agar pelaksanaan bisa sukses dan maksimal,” ujarnya.

Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, yang terdiri dari berbagai organisasi, tetap menyatakan keberatan terhadap regulasi anyar tersebut. Sejak proses pembahasan, Koalisi menilai sejumlah ketentuan dalam revisi KUHAP berpotensi melemahkan perlindungan hak warga. Mereka bahkan mengaku merasa dicatut dalam proses rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP.

Dalam pernyataan terbarunya, Koalisi meminta pemerintah untuk tidak langsung menerapkan aturan tersebut. Mereka menilai waktu transisi perlu diperpanjang agar seluruh pihak dapat menyesuaikan diri.

“Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto harus menunda pelaksanaan KUHAP baru yang telah disahkan dan mengatur masa transisi minimal 1 (satu) tahun sejak disahkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penundaan keberlakuan KUHAP,” demikian pernyataan Koalisi.

Polemik ini menunjukkan perlunya jembatan komunikasi antara pembuat kebijakan dan masyarakat sipil. Dialog terbuka yang dijanjikan Komisi III diharapkan mampu memberikan kejelasan sehingga pro dan kontra atas keberlakuan KUHAP baru dapat menemukan titik temu. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Hotnews Nasional