Komisi X DPR Belum Terima Surat Supervisi Sejarah

Komisi X DPR Belum Terima Surat Supervisi Sejarah

JAKARTA – Proses penulisan ulang sejarah nasional yang tengah digarap Kementerian Kebudayaan kini memasuki tahap penting, namun belum sepenuhnya mendapat pengawasan dari parlemen. Hampir dua pekan sejak diumumkan secara resmi pada 6 Juli 2025, Komisi X DPR RI masih menanti surat supervisi dari pimpinan DPR, yang akan menjadi dasar pembentukan tim pengawas parlemen dalam proyek sensitif tersebut.

Ketidakhadiran surat supervisi ini dinilai sebagai celah serius dalam tata kelola kebijakan publik yang menyangkut narasi sejarah bangsa. Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, mengungkapkan bahwa pihaknya belum menerima surat tersebut hingga saat ini, meskipun keterlibatan legislatif dalam pengawasan proses sejarah nasional sangat krusial.

“Sampai hari ini kami belum menerima,” ujar Lalu kepada wartawan, Kamis (17/07/2025).

Surat supervisi ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan landasan hukum agar DPR dapat menjalankan fungsinya secara aktif, terutama dalam menjamin transparansi dan akuntabilitas penulisan sejarah yang diproyeksikan akan menjadi dokumen resmi negara.

Lebih lanjut, Lalu menyatakan bahwa Komisi X, sebagai mitra kerja Kementerian Kebudayaan, berharap tim supervisi dari parlemen dapat memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat mengenai substansi revisi sejarah yang tengah disusun.

“Sehingga kami yang mitra dari Kementerian Kebudayaan mudah-mudahan dengan dibentuknya tim supervisi ini bisa menuruskan apa sebenarnya yang terjadi terhadap penulisan sejarah tersebut,” ungkapnya.

Saat ini, naskah sejarah baru tersebut sedang menjalani tahap uji publik. Namun, absennya peran DPR dalam supervisi dikhawatirkan dapat membuka ruang bagi kecurigaan publik terhadap motif politik atau keberpihakan narasi sejarah kepada pihak tertentu.

Sayangnya, Lalu belum memberi kepastian apakah naskah yang rencananya diumumkan kepada publik pada 17 Agustus 2025 tetap akan dirilis tanpa kehadiran supervisi DPR.

Lebih jauh, Komisi X menyoroti pentingnya pendekatan yang hati-hati dalam penyusunan sejarah nasional. Menurut Lalu, proyek ini tidak boleh dilakukan tergesa-gesa, apalagi jika hasil uji publik menunjukkan adanya keberatan dari masyarakat.

“Kalau ternyata uji publik masyarakat mayoritas menginginkan jangan dulu, jangan tergesa-gesa dan sebagainya, kami Komisi X merekomendasikan agar jangan tergesa-gesa,” tegasnya.

Penulisan ulang sejarah Indonesia bukanlah sekadar proyek dokumentasi, melainkan upaya strategis dalam membentuk identitas dan kesadaran kolektif bangsa. Maka dari itu, keterlibatan semua pemangku kepentingan terutama DPR merupakan jaminan agar proses ini berjalan inklusif, sahih, dan tidak menyisakan kontroversi berkepanjangan. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional