JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan keprihatinannya terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang berencana mengirimkan siswa-siswa bermasalah ke barak militer untuk menjalani pendidikan karakter. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menilai bahwa rencana tersebut perlu ditinjau ulang karena berpotensi melanggar prinsip-prinsip hak asasi anak.
“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civic education atau pendidikan kewarganegaraan. Rencana ini perlu dievaluasi kembali, terutama terkait dengan maksud dan pendekatannya,” ujar Atnike kepada wartawan di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Jumat (2/5).
Ia menjelaskan bahwa kegiatan kunjungan siswa ke lembaga seperti TNI, Polri, atau Komnas HAM untuk mengenal tugas dan fungsinya tidak menjadi masalah selama bersifat edukatif dan sukarela. “Sebagai bagian dari pendidikan karier, siswa diperbolehkan mengenal tugas-tugas lembaga negara. Namun, jika kegiatan tersebut bersifat wajib, apalagi dalam bentuk pelatihan militer dan sebagai bentuk hukuman, maka hal itu sangat tidak tepat,” tegasnya.
Atnike mengingatkan bahwa pelibatan lembaga militer dalam mendidik anak-anak bermasalah harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum dan perlindungan anak. Ia menekankan bahwa setiap bentuk hukuman terhadap anak harus memiliki dasar hukum yang jelas serta tidak boleh melanggar hak-haknya sebagai individu yang masih berada dalam tahap tumbuh kembang.
Sebelumnya, Gubernur Dedi Mulyadi mengumumkan program pendidikan karakter dengan menggandeng TNI dan Polri untuk membina siswa yang dianggap sulit dibina atau terlibat kenakalan remaja. Program ini direncanakan mulai diterapkan pada 2 Mei 2025 di sejumlah daerah rawan di Jawa Barat.
Menurut Dedi, siswa yang terlibat dalam program ini akan menjalani pelatihan selama enam bulan di barak militer dan tidak mengikuti sekolah formal selama masa pembinaan. “Peserta program dipilih melalui kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua siswa. TNI akan menjemput langsung peserta ke rumah masing-masing,” kata Dedi dalam pernyataannya di Bandung pada Minggu (27/4).
Meskipun program ini diklaim sebagai upaya pembinaan karakter, Komnas HAM menilai pendekatan yang digunakan harus sesuai dengan prinsip pendidikan dan perlindungan anak. “Kita harus berhati-hati dalam membuat kebijakan pendidikan, terutama yang menyangkut kelompok rentan seperti anak-anak. Jangan sampai niat baik justru melahirkan pelanggaran HAM,” pungkas Atnike.[]
Putri Aulia Maharani