SEOUL – Pemerintah Korea Selatan memperkuat langkah diplomatiknya dengan mengirimkan tim khusus ke Kamboja untuk menangani maraknya kasus penculikan dan eksploitasi terhadap warganya. Tim tersebut diberangkatkan pada Rabu (15/10/2025) malam, dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan.
Langkah cepat ini diambil menyusul meningkatnya laporan penculikan warga Korea Selatan oleh jaringan kriminal yang beroperasi di bawah kedok tawaran kerja. Sehari sebelumnya, kantor kepresidenan Seoul menyatakan komitmennya untuk memulangkan seluruh warganya yang masih ditahan di Kamboja.
“Kami berkomitmen membawa semua warga kami pulang dengan selamat,” bunyi pernyataan kantor kepresidenan pada Selasa (14/10/2025), sebagaimana dikutip dari AFP.
Pemerintah Korea Selatan memperkirakan ada 63 warganya yang masih ditahan, dari total 80 orang yang dilaporkan hilang di wilayah Kamboja. Data dari Kementerian Luar Negeri menunjukkan bahwa sepanjang Januari hingga Agustus 2025, terdapat 330 warga Korea Selatan yang dilaporkan hilang atau ditahan secara paksa di negara itu.
Selain untuk memulangkan para korban, pemerintah Seoul juga berencana meningkatkan kerja sama dengan otoritas Kamboja dalam memberantas jaringan kriminal lintas negara tersebut. Upaya itu termasuk memperkuat kapasitas kedutaan besar di Phnom Penh dengan tambahan personel kepolisian dan pejabat intelijen.
Tim tanggap darurat yang dikirim mencakup unsur dari kepolisian nasional dan lembaga intelijen Korea Selatan. Mereka akan bekerja bersama pihak berwenang Kamboja, tidak hanya untuk memastikan keselamatan para korban, tetapi juga untuk menyelidiki kasus kematian seorang mahasiswa asal Korea Selatan yang mengguncang publik beberapa waktu lalu.
Mahasiswa tersebut dilaporkan menjadi korban penculikan dan penyiksaan hingga meninggal dunia. “Korban ditemukan tewas di dalam sebuah truk pada 8 Agustus dengan luka lebam dan cedera di seluruh tubuh akibat penyiksaan berat,” demikian pernyataan pengadilan Kamboja. Tiga warga negara China kini telah didakwa atas tuduhan pembunuhan dan penipuan daring terkait kasus itu.
Kasus-kasus serupa diduga kuat terhubung dengan jaringan penipuan daring berskala besar. Amnesty International mencatat, sedikitnya terdapat 53 kompleks penipuan di Kamboja yang dijalankan kelompok kriminal terorganisir dengan praktik perdagangan manusia, kerja paksa, penyiksaan, hingga perbudakan.
Situasi ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap operasi kejahatan lintas negara di Asia Tenggara dan mendorong Korea Selatan untuk memperkuat diplomasi regionalnya agar perlindungan terhadap warga negara di luar negeri semakin efektif. []
Diyan Febriana Citra.