JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan hukum dengan melakukan penggeledahan di rumah dinas Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid dan sejumlah lokasi lain di wilayah Riau pada Kamis (06/11/2025). Langkah ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
“Dalam lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Pemprov Riau, hari ini penyidik melakukan penggeledahan di rumah dinas gubernur dan beberapa lokasi lainnya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangan resminya, Kamis (06/11/2025).
Budi menegaskan, lembaganya terus berkomitmen menjaga keterbukaan dan integritas dalam setiap proses hukum. “KPK mengimbau agar para pihak mendukung proses penyidikan agar dapat berjalan efektif. Kami juga akan menyampaikan perkembangan proses penggeledahan secara berkala sebagai bentuk transparansi dalam proses hukum ini,” tambahnya.
Ia menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang tetap mendukung langkah KPK di tengah upaya pemberantasan korupsi yang kerap menghadapi tantangan politik maupun birokratis.
“KPK juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Riau, yang terus mendukung penuh pengungkapan perkara ini. Karena korupsi secara nyata menghambat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tegas Budi.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan atau penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Pemprov Riau Tahun Anggaran 2025. Penetapan itu dilakukan sehari setelah Abdul Wahid terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Riau, Senin (03/11/2025).
Selain Abdul Wahid, dua nama lain juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Muhammad Arief Setiawan, Kepala Dinas PUPR-PKPP, serta Dani M. Nursalam, Tenaga Ahli Gubernur Riau.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni AW (Abdul Wahid), MAS (Muhammad Arief Setiawan), dan DAN (Dani M. Nursalam),” ungkap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (05/11/2025).
Dari hasil penyidikan, KPK mengungkap adanya praktik pemerasan dengan modus “jatah preman”, di mana dana hasil pungutan dari Kepala UPT Dinas PUPR-PKPP disetorkan kepada Gubernur Riau.
“Total uang hasil pemerasan dengan modus jatah preman yang disetor untuk Gubernur Riau Abdul Wahid sebesar Rp 4,05 miliar,” jelas Johanis.
Ia menambahkan, angka itu merupakan bagian dari kesepakatan fee sebesar 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar yang dijanjikan untuk sang gubernur.
“Sehingga, total penyerahan pada Juni–November 2025 mencapai Rp 4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp 7 miliar,” tuturnya.
Selanjutnya, ketiga tersangka ditahan untuk masa penahanan pertama selama 20 hari, sejak 4 hingga 23 November 2025. “Terhadap saudara AW ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK, sementara terhadap DAN dan MAS ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” imbuh Johanis.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Melalui langkah-langkah tegas ini, KPK berupaya menunjukkan bahwa tidak ada kompromi terhadap pelaku korupsi, sekaligus memastikan masyarakat mendapat informasi yang jernih dan akurat mengenai penegakan hukum di Indonesia. []
Diyan Febriana Citra.

