KPK Limpahkan Berkas Kasus Korupsi Waka DPRD OKU ke Pengadilan

KPK Limpahkan Berkas Kasus Korupsi Waka DPRD OKU ke Pengadilan

Bagikan:

JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi membawa kasus dugaan korupsi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) ke tahap persidangan. Perkara yang melibatkan unsur legislatif dan swasta tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang pada Senin (22/12/2025).

Pelimpahan ini menandai berakhirnya proses penyidikan dan membuka babak baru penanganan perkara yang disebut-sebut sebagai praktik sistematis dalam pengelolaan anggaran daerah. Empat orang didudukkan sebagai terdakwa, yakni Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto, anggota DPRD OKU Robi Vitergo, serta dua pihak swasta Ahmad Thoha alias Anang dan Mendra SB.

“Kami tim JPU telah selesai melimpahkan dakwaan dan berkas perkara dari terdakwa Parwanto dan Robi Vitergo, keduanya anggota DPRD OKU, dan Ahmad Thoha dan Mendra SB, keduanya swasta,” kata Jaksa KPK Rakhmad Irwan saat dikonfirmasi, Senin (22/12/2025).

Dengan dilimpahkannya berkas perkara tersebut, JPU kini menunggu penetapan jadwal sidang perdana serta susunan majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara itu. Persidangan nantinya akan mengurai peran masing-masing terdakwa dalam dugaan pengaturan proyek di Dinas PUPR OKU.

Dalam surat dakwaan, Parwanto dan Robi Vitergo didakwa menerima atau meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan mereka sebagai anggota DPRD. Keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, keduanya juga didakwa secara subsidair dengan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, Ahmad Thoha didakwa dengan dakwaan alternatif, mulai dari Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf a, hingga Pasal 13 Undang-Undang Tipikor. Adapun Mendra SB didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor, keduanya juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah menyeret enam terdakwa lain. Mereka antara lain Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah, Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin, Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati, anggota DPRD OKU Ferlan Juliansyah, serta dua pihak swasta M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.

KPK menduga kuat adanya pengondisian pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD yang dialihkan menjadi proyek fisik di Dinas PUPR OKU dalam perencanaan anggaran 2025.

“Di mana jatah pokir disepakati sebesar Rp 45 miliar dengan pembagian untuk Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Rp 5 miliar, serta masing-masing anggota senilai Rp 1 miliar,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers, 21 November 2025.

Namun, keterbatasan fiskal membuat nilai tersebut menyusut menjadi Rp 35 miliar. Para anggota DPRD OKU kemudian diduga meminta fee sebesar 20 persen atau setara Rp 7 miliar. Ironisnya, setelah APBD 2025 disahkan, anggaran Dinas PUPR justru melonjak dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.

“Bahwa sudah menjadi praktik umum di Pemkab OKU, praktik jual-beli proyek dengan memberikan sejumlah fee kepada Pejabat Pemkab OKU dan/atau DPRD,” ungkap Asep.

Persidangan perkara ini dinilai menjadi momentum penting untuk menguji komitmen penegakan hukum terhadap praktik korupsi yang melibatkan lembaga legislatif daerah. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Kasus Nasional