JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Komisaris Utama PT Inhutani V, Apik Karyana, untuk dimintai keterangan terkait dugaan suap dalam pengelolaan kawasan hutan yang melibatkan perusahaan pelat merah tersebut. Pemanggilan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (04/09/2025).
Selain Apik, KPK juga memanggil Sukasno yang menjabat sebagai SEVP Perencanaan dan Pemasaran PT Inhutani V. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Kamis.
Meski begitu, Budi belum membeberkan materi apa yang akan digali dalam pemeriksaan kali ini. Yang jelas, pemanggilan kembali Apik Karyana mengindikasikan KPK menilai keterangannya penting untuk menyingkap aliran dana maupun praktik suap dalam kasus ini. Sebelumnya, Apik sudah pernah diperiksa pada 26 Agustus 2025 lalu.
Kasus dugaan suap ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 13 Agustus 2025. Sehari setelahnya, KPK resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady; Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), Djunaidi; serta Aditya, staf perizinan SB Grup.
Dalam konstruksi perkara, Djunaidi diduga menyuap Dicky agar kerja sama pengelolaan hutan antara PT PML dan PT Inhutani V tetap berjalan. Padahal, PT PML memiliki banyak catatan pelanggaran, di antaranya tunggakan pajak bumi dan bangunan sebesar Rp 2,31 miliar, kewajiban pinjaman dana reboisasi senilai Rp 500 juta per tahun yang tak dibayarkan, hingga kewajiban pelaporan bulanan yang tidak dipenuhi.
KPK menilai kelanjutan kerja sama tersebut tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi merusak tata kelola hutan secara berkelanjutan. Indikasi korupsi di sektor kehutanan selama ini memang menjadi perhatian, sebab hutan adalah sumber daya vital sekaligus benteng ekologi yang rentan dieksploitasi.
Kasus Inhutani V memperlihatkan bagaimana praktik suap masih menjadi jalan pintas untuk melanggengkan kerja sama meski terdapat pelanggaran serius. KPK menegaskan komitmennya untuk menelusuri pihak-pihak lain yang diduga mengetahui atau terlibat dalam transaksi ilegal ini.
Pemeriksaan terhadap Apik Karyana dan Sukasno diharapkan dapat memperkuat bukti mengenai peran pejabat internal BUMN kehutanan tersebut dalam mengawasi, atau justru membiarkan, terjadinya praktik suap. Hasil penyelidikan akan menentukan langkah hukum berikutnya, termasuk kemungkinan adanya tersangka baru.
Kasus ini kembali menegaskan bahwa sektor sumber daya alam masih rawan praktik korupsi. Karena itu, transparansi dalam pengelolaan hutan serta pengawasan yang ketat dari publik menjadi kunci agar hutan Indonesia benar-benar dikelola untuk kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan kelompok tertentu. []
Diyan Febriana Citra.