JAKARTA – Karier panjang dan cemerlang Yuddy Renaldi sebagai bankir akhirnya tercoreng setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Direktur Utama salah satu bank pembangunan daerah (BPD) ini menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (23/07/2025), dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama YR,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis.
Nama Yuddy Renaldi memang tak asing di dunia perbankan nasional. Lahir di Bogor, Jawa Barat, 61 tahun silam, Yuddy mengawali karier profesionalnya setelah menamatkan pendidikan Sarjana Ekonomi di Universitas Trisakti pada 1990. Ia kemudian melanjutkan studi Magister Manajemen di STIE IPWI Jakarta dan menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai bankir.
Yuddy sempat bekerja di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) sebelum lembaga itu melebur menjadi Bank Mandiri pada 1999. Kariernya terus menanjak hingga menduduki posisi Group Head Subsidiaries di Bank Mandiri (2016–2017), dan Senior Executive Vice President di PT Bank Negara Indonesia (BNI) pada 2017. Pada 2019, ia dipercaya menjadi Direktur Utama Bank BJB hingga akhirnya mengundurkan diri pada 4 Maret 2025 dan resmi diberhentikan pada 6 Maret 2025 setelah tersandung kasus korupsi.
Dalam perkara yang ditangani KPK, Yuddy diduga terlibat dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media yang menimbulkan kerugian negara sekitar Rp222 miliar. Selain Yuddy, KPK juga menetapkan empat tersangka lain, termasuk pejabat internal bank dan pengendali sejumlah perusahaan periklanan. Mereka adalah Widi Hartono (WH), Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (SUH), dan R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK).
“KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media massa,” kata Budi Prasetyo. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Tipikor.
Selain diperiksa oleh KPK, Yuddy juga harus menghadapi perkara hukum di Kejaksaan Agung, terkait dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sritex. Ini memperberat posisi hukumnya, sekaligus mengguncang kepercayaan publik terhadap integritas perbankan BUMD.
Meski telah berstatus tersangka, KPK belum melakukan penahanan terhadap kelima pelaku. Namun, mereka telah dicegah bepergian ke luar negeri untuk memudahkan proses hukum yang tengah berlangsung.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi sektor perbankan nasional, bahwa pengawasan internal harus diperketat agar tidak menjadi celah bagi praktik korupsi terselubung. Reputasi profesional selama puluhan tahun bisa runtuh seketika oleh kelalaian integritas dan penyalahgunaan kewenangan. []
Diyan Febriana Citra.