JAKARTA – Upaya penegakan hukum terhadap dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan izin penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) kembali bergerak maju. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah saksi untuk menguatkan konstruksi perkara yang disebut berlangsung selama beberapa tahun dan melibatkan sejumlah pejabat kunci di lingkungan Kemnaker.
Pada pemeriksaan awal pekan, penyidik KPK menghadirkan Ria Sudiyastuti, istri mantan Sekretaris Jenderal Kemnaker, Hery Sudarmanto, sebagai saksi. Pemanggilan ini menjadi bagian dari rangkaian pemeriksaan terhadap individu yang dinilai mengetahui alur pengurusan izin RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) maupun relasi para tersangka.
“RS, ibu rumah tangga, istri Hery Sudarmanto,” ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, Senin (01/12/2025), menjelaskan identitas saksi yang hadir di Gedung Merah Putih KPK.
Selain Ria, dua pejabat yang pernah memegang jabatan strategis juga dipanggil. Mereka adalah Rahmawati, yang menjabat Direktur PPTKA pada 2015–2017, serta Maruli Hasoloan, Dirjen Binapenta dan PKK pada 2016–2020. Menurut KPK, keduanya dinilai memiliki informasi penting mengenai proses birokrasi perizinan TKA, terutama pada masa ketika dugaan praktik pemerasan diduga mulai terjadi.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” lanjut Budi, menegaskan rangkaian pemanggilan dilakukan sesuai prosedur penyidikan.
Sementara itu, perkembangan lain menunjukkan bahwa penanganan perkara ini memasuki fase persidangan. KPK telah melimpahkan delapan tersangka kepada jaksa penuntut umum (JPU). Pelimpahan berlangsung dua tahap, yaitu 12 November dan 19 November 2025.
Kedelapan tersangka tersebut terdiri atas pejabat maupun staf di Direktorat PPTKA serta jajaran Binapenta dan PKK, antara lain Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, Alfa Eshad, serta tiga mantan pejabat tinggi: Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, dan Devi Angraeni.
Sementara itu, Hery Sudarmanto yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, melengkapi total sembilan orang yang kini dijerat dalam perkara ini.
KPK mengungkapkan bahwa praktik pemerasan diduga berlangsung setidaknya sejak 2019 hingga 2023. Para pejabat dan pegawai terkait diduga meminta uang kepada para pemberi kerja maupun calon TKA yang tengah mengurus izin RPTKA. Dari hasil pemeriksaan, penyidik menemukan bahwa nilai pungutan mencapai Rp 53 miliar, jumlah yang menunjukkan adanya praktik sistematis dan terorganisasi.
Meski para tersangka telah dilimpahkan, penyidikan dinilai masih akan berlanjut seiring kebutuhan memperluas pembuktian. KPK menekankan bahwa kasus ini bukan hanya menyangkut tindakan individu, tetapi juga pola kerja yang diduga dimanfaatkan sejumlah pejabat untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang.
Penanganan kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut perizinan TKA, sektor yang selama ini menuntut transparansi tinggi. Pemeriksaan saksi-saksi tambahan, termasuk keluarga pejabat, menunjukkan bahwa KPK terus menelusuri kemungkinan aliran dana maupun keterlibatan pihak lain yang relevan. []
Diyan Febriana Citra.

