JAKARTA — Pengusutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terus berlanjut. Terbaru, lembaga antirasuah itu menyita sejumlah aset bernilai miliaran rupiah yang diduga berasal dari hasil kejahatan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa tim penyidik telah menyita tujuh aset yang terkait dengan para tersangka dalam kasus ini. Di antara aset tersebut terdapat dua unit ruko di Jakarta dengan estimasi nilai mencapai Rp 1,2 miliar, satu rumah di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 2,5 miliar, serta satu rumah di Depok senilai Rp 200 juta.
“Dua unit ruko di Jakarta senilai kurang lebih Rp 1,2 miliar, satu unit rumah di Jakarta Selatan senilai kurang lebih Rp 2,5 miliar, dan satu unit rumah di Depok senilai Rp 200 juta,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (10/07/2025).
Selain properti di kawasan perkotaan, KPK juga menyita satu bidang sawah di Kabupaten Cianjur dengan nilai Rp 200 juta serta dua bidang tanah kosong di Bekasi senilai Rp 800 juta. Penyitaan ini dilakukan untuk menelusuri jejak penggunaan uang hasil pemerasan yang diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah.
Kasus yang mencoreng integritas birokrasi tersebut telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Mereka berasal dari jajaran pejabat hingga staf di Kemenaker. Di antara nama yang terseret adalah Suhartono (eks Dirjen Binapenta dan PKK), Haryanto (Dirjen Binapenta 2024–2025), Wisnu Pramono (eks Direktur PPTKA), dan Devi Angraeni (Koordinator Uji Kelayakan PPTKA).
Nama lainnya yang juga terlibat adalah Gatot Widiartono (Kepala Subdit Maritim dan Pertanian), serta tiga staf Kemenaker: Putri Citra Wahyoe, Alfa Eshad, dan Jamal Shodiqin.
KPK menduga, sepanjang periode 2019 hingga 2024, para tersangka telah mengumpulkan dana sebesar Rp 53,7 miliar dari praktik pemerasan terhadap para pemohon izin penggunaan tenaga kerja asing. Dana tersebut kemudian didistribusikan ke masing-masing pelaku dalam jumlah yang beragam, mulai dari ratusan juta hingga puluhan miliar rupiah.
Rincian aliran dana mencakup, antara lain, Haryanto yang disebut menerima hingga Rp 18 miliar, Putri Citra Wahyoe sebesar Rp 13,9 miliar, dan Gatot Widiartono sebanyak Rp 6,3 miliar. Bahkan staf lain seperti Alfa Eshad dan Jamal Shodiqin menerima masing-masing Rp 1,8 miliar dan Rp 1,1 miliar.
KPK memastikan proses penyidikan masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru. Penyitaan aset diyakini menjadi langkah awal dalam upaya mengembalikan kerugian negara sekaligus menjerat pelaku dengan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). []
Diyan Febriana Citra.