JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperkuat langkah hukum dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi jual beli gas di lingkungan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Lembaga antirasuah itu menyita sejumlah aset penting, termasuk satu pabrik dan belasan pipa gas di Cilegon, Banten, yang diduga terkait dengan praktik penyimpangan dalam proyek kerja sama gas tahun 2017–2021.
“Penyitaan atas PT BIG (Banten Inti Gasindo) dalam bentuk tanah dan bangunannya dengan luas bidang tanah 300 meter persegi, dan bangunan kantor dua lantai yang berlokasi di Kota Cilegon. Selain itu, penyidik juga melakukan penyitaan terhadap 13 pipa milik PT BIG dengan total panjang mencapai 7,6 kilometer,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Menurut Budi, penyitaan dilakukan bertahap sejak pekan lalu dan rampung pada 28 Oktober 2025 setelah petugas resmi memasang plang penyitaan. Tindakan tersebut menjadi bagian dari strategi KPK dalam memastikan aset negara tidak hilang dan dapat digunakan untuk pemulihan kerugian keuangan negara.
Penyitaan terhadap PT Banten Inti Gasindo (BIG), yang diketahui merupakan bagian dari ISARGAS Group, dilakukan karena perusahaan itu dijadikan agunan dalam perjanjian jual beli gas antara PT PGN dan PT Inti Alasindo Energy (IAE). Selain itu, aset-aset yang kini disita juga diketahui berada dalam penguasaan tersangka Arso Sadewo, Komisaris Utama PT IAE.
“Penyitaan ini dilakukan dalam rangka optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara akibat kasus tersebut yang mencapai 15 juta dolar Amerika Serikat,” kata Budi menegaskan.
Kasus dugaan korupsi ini berawal dari pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PGN Tahun 2017 pada 19 Desember 2016. Dalam dokumen itu, semula tidak terdapat rencana pembelian gas dari PT IAE. Namun, hanya berselang beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 2 November 2017, terjadi penandatanganan kerja sama antara kedua perusahaan setelah melalui sejumlah tahapan administrasi internal.
Tak lama setelah perjanjian ditandatangani, PT PGN diketahui telah membayarkan uang muka sebesar 15 juta dolar AS kepada PT IAE, meski proyek tersebut tidak tercantum dalam RKAP sebelumnya.
KPK kemudian menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka, termasuk Iswan Ibrahim, Komisaris PT IAE periode 2006–2023; Danny Praditya, Direktur Komersial PT PGN periode 2016–2019; serta Hendi Prio Santoso, mantan Direktur Utama PT PGN yang kini telah ditahan sejak 1 Oktober 2025.
Dua pekan setelahnya, pada 21 Oktober 2025, KPK juga menahan Arso Sadewo sebagai tersangka baru dalam perkara yang sama. Berdasarkan hasil investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, tindakan mereka telah menimbulkan kerugian negara sebesar 15 juta dolar AS, atau setara lebih dari Rp240 miliar.
KPK menegaskan, penyitaan aset-aset strategis seperti pipa gas dan fasilitas industri merupakan langkah penting agar kerugian negara dapat segera dikembalikan. Penelusuran aset terus dilakukan untuk memastikan seluruh nilai ekonomi yang terkait dengan proyek jual beli gas dapat diamankan sebelum kasus memasuki tahap penuntutan.
Langkah ini memperlihatkan keseriusan KPK dalam membongkar praktik korupsi di sektor energi, sekaligus menjadi peringatan bahwa upaya penegakan hukum tidak berhenti pada penetapan tersangka, melainkan juga pada pemulihan kerugian negara secara nyata. []
Diyan Febriana Citra.

