JAKARTA — Tim kuasa hukum Nadiem Makarim menilai penetapan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai tersangka dalam perkara pengadaan Chromebook tidak sah secara hukum. Mereka menyebut ada tujuh alasan mendasar yang memperkuat klaim tersebut.
Dodi S. Abdulkadir, selaku kuasa hukum Nadiem, menegaskan bahwa sejak awal Kejaksaan Agung tidak mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun putusan Mahkamah Konstitusi. “Dengan kondisi tersebut, maka penetapan tersangka terhadap Pak Nadiem tidak sah secara hukum,” ujarnya.
Atas dasar itu, tim hukum telah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 119/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel pada 23 September 2025.
Dalam berkas praperadilan, kuasa hukum memaparkan tujuh alasan. Pertama, penetapan tersangka dilakukan tanpa adanya audit kerugian negara yang nyata dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kedua, hasil audit atas program teknologi informasi dan komunikasi (TIK) 2020–2022 justru tidak menemukan kerugian, bahkan laporan keuangan Kemendikbudristek tahun 2019–2022 memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Ketiga, surat perintah penyidikan dan penetapan tersangka disebut dikeluarkan pada hari yang sama, tanpa pemeriksaan awal terhadap calon tersangka. Keempat, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan atau disampaikan kepada Nadiem.
Alasan kelima, tuduhan yang disangkakan merujuk pada program “Digitalisasi Pendidikan 2019–2022” yang menurut kuasa hukum tidak pernah tercantum dalam RPJMN maupun kebijakan resmi kementerian. Keenam, status profesi Nadiem dalam surat penetapan tersangka dicatat sebagai “karyawan swasta”, padahal ia menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019–2024.
Adapun alasan ketujuh adalah sifat kooperatif Nadiem yang memiliki identitas jelas, sudah dikenakan pencekalan, sehingga menurut kuasa hukum, tidak ada urgensi untuk dilakukan penahanan.
Kejaksaan Agung menanggapi bahwa pihaknya menghormati langkah praperadilan sebagai bentuk mekanisme check and balance dalam sistem peradilan pidana. Namun, penyidikan kasus pengadaan Chromebook ditegaskan akan terus berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi perhatian publik lantaran menyangkut mantan pejabat negara yang pernah memegang kendali dalam kebijakan pendidikan nasional, serta dinilai menyangkut transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara. []
Putri Aulia Maharani