MOSKWA – Ketegangan geopolitik di kawasan Eropa Timur kembali memanas seiring dimulainya latihan militer gabungan Rusia-Belarus bertajuk Zapad 2025 pada Jumat (12/09/2025). Manuver berskala besar ini berlangsung di dekat Borisov, Belarus, dan langsung memicu respons keras dari negara-negara NATO, terutama Polandia, Lituania, dan Latvia.
Latihan ini dilaksanakan hanya beberapa hari setelah Polandia menuding Moskwa melanggar kedaulatan udaranya dengan mengirim pesawat nirawak serang. Insiden tersebut menjadi pemicu langkah drastis pemerintah Polandia yang memutuskan menutup total perbatasannya dengan Belarus selama latihan berlangsung.
Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menggambarkan kondisi saat ini sebagai masa paling berbahaya bagi negaranya sejak berakhirnya Perang Dunia II.
“Polandia berada di ambang konflik terbuka dibandingkan titik mana pun sejak Perang Dunia II,” tegas Tusk, merujuk pada peristiwa jatuhnya drone Rusia di wilayah udara Polandia.
Di sisi lain, Rusia berupaya menenangkan situasi. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa Zapad 2025 merupakan latihan rutin yang tidak ditujukan kepada pihak manapun. Namun, narasi berbeda datang dari Kyiv. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menilai manuver ini justru memperlihatkan watak ekspansionis Moskwa. “Arti dari tindakan Rusia tersebut jelas bukan defensif dan ditujukan bukan hanya terhadap Ukraina,” ucap Zelensky.
Latihan Zapad sejatinya bukan hal baru. Pada 2021, Moskwa mengerahkan sekitar 200.000 personel hanya beberapa bulan sebelum menginvasi Ukraina. Namun kali ini jumlah pasukan jauh lebih sedikit. Belarus sempat menyebut akan melibatkan 13.000 tentaranya, tetapi kemudian dikurangi hingga separuh, seiring sebagian besar kekuatan Rusia sudah terserap dalam konflik di Ukraina.
Salah satu isu paling sensitif adalah kemungkinan simulasi pendudukan Koridor Suwalki, jalur sempit yang menghubungkan Polandia dan Lituania sekaligus berbatasan dengan Belarus dan Kaliningrad, wilayah eksklave Rusia. NATO menilai wilayah ini sebagai titik rawan yang dapat memutus hubungan darat aliansi dengan negara-negara Baltik. Presiden Belarus Alexander Lukashenko buru-buru membantah tudingan tersebut dan menyebut kekhawatiran NATO hanya “omong kosong.”
Dimensi baru muncul setelah Rusia menempatkan senjata nuklir taktis di Belarus. Minsk bahkan mengumumkan bahwa Zapad 2025 akan menguji coba rudal eksperimental berkemampuan nuklir, Oreshnik, serta menggelar skenario serangan nuklir simulatif.
Para pengamat pun memberikan analisis berlawanan. Alexander Khramchikhin menilai arti latihan ini dilebih-lebihkan oleh Barat. Sebaliknya, Vassily Kashin menyebut Zapad 2025 sebagai demonstrasi kekuatan nyata sekaligus latihan tempur sesungguhnya. Ia mengingatkan bahwa NATO pun merespons dengan mempersiapkan latihan tandingan pada bulan yang sama.
Dinamika saling pamer kekuatan antara Rusia dan NATO ini diperkirakan tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Situasi tersebut menghidupkan kembali atmosfer Perang Dingin, ketika setiap manuver militer satu pihak selalu diikuti dengan respons serupa dari pihak lain. []
Diyan Febriana Citra.