Lee Jae Myung Rayu Pyongyang Meski Ditolak

Lee Jae Myung Rayu Pyongyang Meski Ditolak

SEOUL — Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung, menegaskan bahwa pemerintahannya akan tetap menempuh jalur dialog dan membangun kepercayaan dengan Korea Utara, walaupun sinyal penolakan terus datang dari Pyongyang.

Sejak dilantik pada Juni 2025, Lee mengambil pendekatan yang kontras dibandingkan pendahulunya yang cenderung keras terhadap Korut. Ia memilih mengedepankan diplomasi terbuka dan menghindari prasyarat yang berpotensi mempersulit komunikasi.

Dalam pidato peringatan Hari Pembebasan dari penjajahan Jepang, Jumat (15/08/2025), Lee menyatakan, “Kami akan mengambil langkah konsisten untuk secara nyata mengurangi ketegangan dan memulihkan kepercayaan dengan Korea Utara.” Hari Pembebasan ini merupakan momen bersejarah yang diperingati baik oleh Korea Selatan maupun Korea Utara, meskipun pemaknaan dan cara perayaannya berbeda di masing-masing negara.

Lee menegaskan, “Kami menegaskan penghormatan kami terhadap sistem yang ada di Utara,” seraya menambahkan bahwa Seoul “tidak berniat melakukan tindakan bermusuhan.” Menurutnya, penghormatan terhadap perbedaan sistem politik menjadi kunci untuk membuka kembali pintu dialog yang sudah lama tertutup. “Saya berharap Korea Utara membalas upaya kami untuk memulihkan kepercayaan dan menghidupkan kembali dialog,” ujarnya.

Sikap terbuka Lee tidak langsung mendapat sambutan positif dari pihak lain. Sehari sebelum pernyataannya, Kim Yo Jong adik sekaligus penasihat dekat Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un menegaskan bahwa Pyongyang “tidak memiliki niat untuk memperbaiki hubungan” dengan Seoul.

Kim juga menepis kabar bahwa Korut telah membongkar pengeras suara propaganda di perbatasan. Pernyataan itu muncul setelah Korea Selatan menyebut kedua pihak telah menghentikan siaran propaganda di sepanjang zona demiliterisasi (DMZ).

Sikap keras Pyongyang bukanlah hal baru. Hubungan antar-Korea memang berada pada titik beku dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah serangkaian uji coba rudal oleh Korut dan sanksi internasional yang menyusul. Namun, Lee tampaknya berusaha memanfaatkan setiap celah, sekecil apa pun, untuk membangun komunikasi lintas perbatasan.

Pendekatan Lee ini dilihat sebagian pengamat sebagai upaya menciptakan ruang aman bagi kedua belah pihak untuk memulai pembicaraan tanpa tekanan politik yang berlebihan. Langkah ini juga dinilai sebagai sinyal bahwa Seoul siap mengedepankan kerja sama di bidang-bidang yang lebih netral, seperti bantuan kemanusiaan atau kerja sama lingkungan.

Namun, tantangan besar tetap ada. Penolakan terbuka dari Pyongyang menunjukkan bahwa upaya Seoul membutuhkan kesabaran panjang dan strategi yang terukur. Meski demikian, pemerintah Korea Selatan tetap optimistis bahwa perubahan suasana politik bisa terjadi di masa depan, terutama jika kedua belah pihak menemukan kepentingan bersama.

Dengan pendekatan yang lebih lunak, Lee berharap dapat menggeser pola komunikasi yang selama ini didominasi retorika keras dan tindakan saling balas. Meski jalan menuju rekonsiliasi masih terjal, upaya untuk menghormati perbedaan dan membangun kepercayaan menjadi pondasi utama visi diplomasi Lee. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional