PARLEMENTARIA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) pada 2025 menyiapkan hampir Rp300 miliar untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan bandara. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim mengingatkan agar program tersebut tidak berhenti pada pencapaian fisik, melainkan mampu menjawab kebutuhan mendasar masyarakat, khususnya ketersediaan bahan pokok di daerah terpencil.

Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, menyebutkan bahwa dari total usulan anggaran, lebih dari Rp200 miliar diarahkan untuk pembangunan dan perbaikan jalan, sementara proyek bandara diproyeksikan menerima alokasi lebih dari Rp40 miliar. Rencana ini akan dibahas lebih rinci dalam APBD Murni 2026.
“Totalnya hampir Rp300 miliar, dengan porsi terbesar untuk akses jalan. Bandara juga mendapat alokasi lebih dari Rp40 miliar,” jelas Ekti, Kamis (11/09/2025).
Meski mendukung program tersebut, Ekti menilai infrastruktur besar tidak akan banyak berarti jika tidak dibarengi dengan strategi distribusi pangan. Ia mencontohkan kondisi masyarakat di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) yang kerap kesulitan memperoleh beras maupun LPG saat jalur sungai tak bisa dilintasi.
“Kalau musim kemarau, sungai surut dan perahu tidak bisa melintas. Distribusi terpaksa dialihkan lewat darat, tapi ongkosnya jauh lebih tinggi. Akibatnya harga beras maupun LPG di Long Apari dan Long Pahangai melonjak, bahkan pernah langka,” paparnya.
Politikus asal Mahulu itu menegaskan pentingnya perhatian khusus bagi jalur logistik di wilayah tersebut. Dengan lima kecamatan dan sekitar 50 kampung, Mahulu disebut rentan terisolasi bila jalur distribusi terganggu.
“Jangan karena kecil lalu terabaikan. Justru karena jumlah kampungnya tidak banyak, pemerintah seharusnya bisa lebih fokus. Long Apari dan Long Pahangai itu daerah paling hulu, aksesnya paling menantang,” imbuhnya.
Menurut Ekti, pembangunan jalan dan bandara memang akan meningkatkan konektivitas, tetapi tidak otomatis memastikan harga bahan pokok stabil. Diperlukan strategi distribusi yang efisien agar manfaat pembangunan benar-benar dirasakan hingga pelosok.
“Kalau bahan pokok bisa masuk dengan harga wajar, barulah masyarakat pedalaman merasakan manfaat pembangunan. Jangan hanya masyarakat kota yang menikmati,” tegasnya.
Ia pun mendorong kerja sama antara pemerintah provinsi, kabupaten, dan sektor swasta dalam membuka jalur distribusi alternatif. Dengan dukungan anggaran besar, DPRD berharap pembangunan tidak sekadar menghadirkan proyek megah, tetapi juga menjamin kesejahteraan masyarakat pedalaman.
“Bangunan fisik itu penting, tapi distribusi pangan harus jalan beriringan. Jangan sampai infrastruktur hanya tampak megah di atas kertas, sementara warga pedalaman tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup,” pungkas Ekti. []
Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna