MA Singapura Tolak Klaim Sakit Paulus Tannos

MA Singapura Tolak Klaim Sakit Paulus Tannos

SINGAPURA — Ketua Mahkamah Agung (MA) Singapura, Sundaresh Menon, menegaskan pentingnya konsistensi hukum dalam kasus permohonan jaminan buron Indonesia, Paulus Tannos. Dalam sidang Kamis (02/10/2025), pengadilan memutuskan untuk menolak permohonan jaminan pria berusia 71 tahun itu, meskipun ia mengklaim memiliki masalah kesehatan.

Tannos, yang sedang menghadapi proses ekstradisi ke Indonesia terkait dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), dianggap tidak memenuhi syarat pengecualian untuk memperoleh jaminan. Berdasarkan hukum Singapura, tersangka yang ditahan berdasarkan Undang-Undang Ekstradisi pada umumnya tidak berhak atas jaminan, kecuali bila terbukti sakit atau lemah hingga tidak dapat ditangani di penjara.

Dokumen pengadilan menunjukkan Tannos mengidap penyakit jantung iskemik dan diabetes. Namun, menurut otoritas, kondisi tersebut masih bisa ditangani oleh Dinas Penjara Singapura (SPS).

“Interpretasi yang berlaku adalah kemampuan SPS dalam menangani kondisi medis tahanan secara wajar dan aman,” ujar Menon.

SPS memastikan Tannos menerima pengobatan rutin, diet khusus, hingga fasilitas darurat bila diperlukan. Konsultan medis bahkan menyatakan penyakit jantung Tannos stabil selama ia patuh minum obat. Hal ini membuat klaim kesehatan sebagai dasar pembebasan jaminan dianggap tidak berdasar.

Jaksa menambahkan, aktivitas Tannos sebelum penahanannya juga memperkuat penolakan. Pada 2024, ia masih aktif bermain tenis meja di kompetisi dan beberapa kali bepergian ke luar negeri. Fakta ini dinilai bertolak belakang dengan klaim kondisi kesehatan serius.

Selain itu, risiko kabur menjadi pertimbangan utama. Tannos, atau dikenal juga sebagai Tjhin Thian Po, memiliki paspor dari Guinea-Bissau dan Vanuatu. Kepemilikan multi-paspor ini membuat otoritas menilai peluangnya melarikan diri cukup besar bila jaminan dikabulkan.

Kasus Paulus Tannos memiliki bobot penting karena menjadi perkara pertama yang dijalankan berdasarkan perjanjian ekstradisi Singapura–Indonesia yang berlaku sejak 2024. Dalam perjanjian itu, kedua negara sepakat memperkuat upaya penegakan hukum lintas batas, khususnya terhadap kasus korupsi besar.

“Upaya permohonan jaminan sudah beberapa kali diajukan, namun selalu ditolak karena tidak memenuhi persyaratan hukum dan berisiko tinggi melarikan diri,” kata pihak pengadilan.

Dengan keputusan terbaru ini, proses ekstradisi Tannos ke Indonesia diperkirakan akan terus berjalan. Penolakan jaminan ini juga dianggap sebagai sinyal kuat komitmen Singapura dalam mendukung pemberantasan korupsi di kawasan. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional Kasus