PHNOM PENH – Malaysia mengambil langkah konkret dalam upaya menjaga perdamaian regional dengan menurunkan dua tim pemantau militer ke perbatasan Kamboja dan Thailand, pasca diberlakukannya gencatan senjata antara kedua negara yang bertikai. Inisiatif ini menjadi bagian dari peran aktif Malaysia dalam diplomasi keamanan kawasan Asia Tenggara.
Kepastian ini disampaikan oleh Panglima Angkatan Bersenjata Malaysia (MAF), Jenderal Mohd Nizam Bin Haji Jaffar, dalam kunjungannya ke Kamboja pada Selasa (29/07/2025). Ia menegaskan bahwa Malaysia tidak hanya menjadi fasilitator dialog damai, tetapi juga akan memastikan implementasi kesepakatan yang telah dicapai.
“Tujuan utama kami adalah memastikan pemantauan yang efektif dan implementasi perjanjian gencatan senjata secara praktis dengan hasil yang jelas,” ujarnya.
Dua tim pemantau yang dibentuk akan mulai bertugas pada Rabu (30/07/2025). Mereka akan bekerja secara terpisah di Kamboja dan Thailand, dipimpin oleh atase militer Malaysia masing-masing negara. Langkah ini diyakini akan membantu mengurangi potensi eskalasi dan menjamin kepatuhan terhadap kesepakatan damai yang ditandatangani sehari sebelumnya.
Langkah Malaysia mendapat sambutan hangat dari otoritas Kamboja. Panglima Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja (RCAF), Jenderal Vong Pisen, mengapresiasi peran Malaysia dan menyebutnya sebagai kontribusi penting bagi perdamaian jangka panjang di Asia Tenggara.
Senada dengan itu, Menteri Pertahanan Kamboja, Tea Seiha, membuka opsi untuk melibatkan lebih banyak aktor internasional, termasuk atase militer dan perwakilan diplomatik asing, guna mengamati langsung dinamika keamanan di perbatasan. Langkah ini menunjukkan kesediaan pemerintah Kamboja terhadap mekanisme pemantauan yang transparan dan objektif.
“Mekanisme pemantauan internasional merupakan elemen kunci guna memastikan seluruh kesepakatan gencatan senjata dijalankan dengan baik,” ujar Lim Menghour, Kepala Komite Urusan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Majelis Nasional Kamboja.
Ketegangan yang terjadi sebelumnya mencuat akibat bentrok bersenjata antara pasukan Thailand dan Kamboja di sekitar kuil Ta Moan Thom pada 24 Juli 2025 lalu. Pertempuran itu dengan cepat menyebar ke sejumlah titik perbatasan lainnya dan menewaskan 38 orang, terdiri dari 25 personel Thailand dan 13 dari pihak Kamboja. Insiden ini tercatat sebagai bentrokan paling serius sejak lebih dari satu dekade terakhir.
Kesepakatan gencatan senjata akhirnya dicapai pada 28 Juli 2025 dalam perundingan di Kuala Lumpur yang dimediasi langsung oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Kedua negara sepakat untuk menahan diri dan tidak melakukan pengerahan atau pergeseran pasukan tambahan di wilayah perbatasan selama masa gencatan senjata berlangsung.
Kehadiran Malaysia sebagai penengah konflik dan pemantau langsung di lapangan menjadi preseden penting, tidak hanya bagi penyelesaian konflik Thailand-Kamboja, tetapi juga sebagai bukti bahwa ASEAN mampu menyelesaikan konflik internal anggotanya tanpa campur tangan eksternal. []
Diyan Febriana Citra