JAKARTA – Ratusan warga yang tergabung dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) kembali menggelar aksi di depan Balai Kota Jakarta, Senin (11/08/2025). Mereka menuntut Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno segera meninjau ulang kebijakan tarif air yang dinilai membebani penghuni rumah susun.
Pantauan di lapangan, massa berkumpul di depan Gedung Graha Ali Sadikin sambil membentangkan spanduk berisi penolakan terhadap kebijakan penggolongan tarif air. Mereka menegaskan hanya ingin bertemu langsung dengan pimpinan daerah.
“Cuma mau ketemu, jangan stafsus lagi, jangan stafnya saja. Kami hanya mau ketemu Pak Gubernur atau kalau tidak ada ketemu Wakil Gubernur Rano Karno,” teriak salah satu peserta aksi.
Namun, upaya warga untuk mendekat terhalang petugas pengamanan dalam (Pamdal) yang berjaga di pintu masuk. Ketegangan sempat terjadi ketika sejumlah warga memaksa masuk, berujung pada adu mulut dengan petugas.
“Kami hanya ingin audiensi. Kalian bilang tidak boleh sama pimpinan, pimpinannya mana, siapa? Bilang aja Gubernur gak mau ketemu, selesai kami pulang,” kata seorang peserta lainnya.
Ketua Umum PPPSRS, Adjit Lauhatta, menjelaskan bahwa kenaikan tarif air yang berlaku sejak tahun ini mencapai 71 persen, dari Rp 12.500 menjadi Rp 21.500 per meter kubik. Menurutnya, kenaikan itu disebabkan oleh kebijakan penggolongan pelanggan PAM Jaya yang memasukkan rumah susun ke Kelompok III setara tarif untuk pusat bisnis dan industri.
“Kita minta tolong, tolong ditinjau kembali. Yang kedua, ya kalau dia bilang secara penggolongan, ya penggolongan itu kan apartemen ini kan memang ada kelasnya. Mulai dari kelas bawah, menengah, atas,” ujar Adjit.
Ia menegaskan, rumah susun seharusnya masuk dalam Kelompok II sesuai Pergub DKI Nomor 37 Tahun 2024, yang mengatur tarif rumah tangga dengan kebutuhan dasar air minum. “Jangan disapu rata semua. Kalau rumah susun kelas bawah, menengah, dan atas disamakan tarifnya, itu tidak adil,” ujarnya lagi.
Adjit juga menantang klaim Pemprov bahwa tarif air Jakarta lebih murah dibanding daerah lain. “Kalau di Jakarta dibilang lebih murah, coba dicek di Bogor atau Tangerang. Ini yang kami nggak paham,” katanya.
PPPSRS mengaku sudah mengirim surat permohonan audiensi sejak awal 2025, tetapi tidak ada respons resmi. Aksi serupa pernah dilakukan pada 21 Juli 2025. Saat itu, Staf Khusus Gubernur Wisnu P berjanji mengatur pertemuan warga dengan Gubernur, namun janji itu belum terealisasi hingga kini.
“Dulu kami pilih beliau (Pramono) dengan harapan bisa bertemu dan menyampaikan aspirasi. Tapi mau ketemu saja sulit. Ini yang membuat warga kecewa,” tegas Adjit.
Massa menutup aksinya dengan pernyataan akan terus mendesak revisi kebijakan penggolongan tarif air hingga pemerintah daerah bersedia duduk bersama untuk mencari solusi yang lebih adil bagi seluruh lapisan penghuni rumah susun. []
Diyan Febriana Citra.