BALIKPAPAN — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah di sekolah kini menjadi sorotan orangtua siswa, meskipun program ini dirancang untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia.
Ahmad Yusuf, orangtua salah satu siswa SMP Negeri di Kecamatan Balikpapan Selatan, mengaku keluarganya sempat merasa khawatir terkait kualitas makanan yang diterima anaknya. Kekhawatiran ini muncul di tengah maraknya kabar kasus keracunan dari program MBG di berbagai daerah, terutama di Pulau Jawa.
Yusuf menuturkan, keluarganya merasa lebih waspada karena informasi yang beredar di media sosial, khususnya Instagram, mengenai kasus keracunan akibat konsumsi makanan MBG. Istrinya, menurut Yusuf, paling cemas melihat potensi risiko kesehatan bagi anak-anak.
Kekhawatiran semakin kuat ketika anaknya sendiri pernah mengeluhkan kondisi makanan yang dirasa kurang layak.
Dalam pengamatan yang dilakukan Yusuf, menu MBG cukup bervariasi dan terlihat bergizi. Contohnya, pada Jumat, 12 September 2025, anaknya menerima menu berupa burger dengan sayuran segar, dua potong ayam goreng tepung, buah kelengkeng, sayuran lalap (daun selada dan irisan mentimun), satu saset saus sambal, dua kotak susu cair, serta beberapa bungkus biskuit atau wafer cokelat.
Sementara pada Senin, 25 Agustus 2025, menu yang diterima antara lain nasi putih, ayam bumbu kecap, tumisan sayuran yang terdiri dari wortel, jagung, dan kacang polong, potongan kentang, serta satu buah jeruk.
Meski menu terlihat lengkap dan bergizi, isu keracunan membuat orangtua tetap ekstra waspada. Hal ini juga diamini oleh laporan dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang mencatat sebanyak 4.711 kasus keracunan hingga 22 September 2025, sementara data dari pemantauan independen CISDI dan JPPI menunjukkan jumlah korban bisa mencapai 6.452 orang.
Penyebab keracunan sebagian besar berasal dari kontaminasi bakteri seperti E. coli, Salmonella, dan Bacillus cereus, serta sanitasi dapur yang belum memenuhi standar. Lonjakan kasus tercatat pada Agustus dan September 2025, dengan lebih dari 4.000 korban dalam dua bulan terakhir.
Program MBG sendiri merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto, dengan anggaran dalam UU APBN 2026 sebesar Rp 335 triliun. Program ini ditujukan untuk anak-anak sekolah dan ibu hamil, dengan tujuan pemerataan gizi di seluruh Indonesia.
Namun, pelaksanaannya dinilai terburu-buru, karena banyak dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru yang belum sepenuhnya siap secara operasional. Pemerintah telah menanggapi kekurangan ini dengan menginstruksikan pengetatan SOP, pelatihan juru masak, dan penerapan rapid test makanan di setiap dapur MBG.
Yusuf menilai pola distribusi makanan dari dapur sentral ke sekolah memiliki risiko tinggi terhadap kualitas dan kesegaran makanan. Ia menyarankan agar makanan disiapkan langsung di kantin sekolah secara prasmanan agar lebih segar dan sesuai porsi anak.
Ia juga menekankan bahwa untuk anak-anak yang sudah sarapan di rumah, program MBG mungkin kurang efektif, sehingga membawa bekal dari rumah menjadi alternatif yang lebih aman dan terkontrol.
Kekhawatiran orangtua seperti Yusuf menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap pelaksanaan program MBG, baik dari segi higienitas, kualitas gizi, maupun distribusi makanan, agar tujuan pemerintah dalam meningkatkan kesehatan dan gizi anak-anak dapat tercapai tanpa menimbulkan risiko bagi keselamatan mereka.[]
Putri Aulia Maharani