JAKARTA – Proses hukum terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terkait dugaan pelanggaran administrasi dalam riwayat pendidikan tingkat menengah kembali memasuki babak baru. Setelah tiga kali pertemuan mediasi tak menghasilkan kesepakatan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara perdata tersebut, Senin (20/10/2025).
Agenda sidang hari ini difokuskan pada penetapan ulang jadwal sidang setelah mediasi dinyatakan gagal. Subhan Palal, sebagai pihak penggugat, menyebut proses persidangan akan melalui beberapa tahapan penting sebelum mencapai tahap pembuktian.
“Sidang selanjutnya yaitu jawaban, replik, duplik, pembuktian, mudah-mudahan sampai pembuktian. Nanti kita buka-bukaan di pembuktian,” ujar Subhan usai mediasi pada 13 Oktober 2025 lalu.
Sebelumnya, Subhan menggugat Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI karena menilai ada ketidaksesuaian dalam proses pencalonan Gibran sebagai wakil presiden pada Pemilu 2024. Gugatan tersebut menuding adanya pelanggaran terhadap syarat administratif pencalonan karena perbedaan penafsiran terkait tempat dan jenjang pendidikan yang ditempuh Gibran di luar negeri.
Mediasi yang difasilitasi oleh majelis hakim dinyatakan gagal setelah Subhan mengajukan dua syarat perdamaian yang tak disanggupi para tergugat.
“Saya mensyaratkan dua, minta maaf dan mundur dari jabatannya masing-masing, tapi itu enggak bisa dipenuhi,” kata Subhan. Akibatnya, perkara kembali berlanjut dengan mengacu pada petitum gugatan yang semula diajukan, termasuk permintaan ganti rugi immateriil senilai Rp125 triliun.
Dalam gugatan itu, Subhan menilai Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ia menyoroti data yang menunjukkan bahwa Gibran sempat menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004), serta UTS Insearch Sydney (2004–2007). “Yang saya persoalkan bukan soal kelulusan, tapi lokasi pendidikan dan status kesetaraannya,” ungkap Subhan.
Selain menuntut pernyataan bahwa Gibran dan KPU telah melanggar hukum, Subhan juga meminta majelis hakim menyatakan status Gibran sebagai wakil presiden tidak sah. Dalam petitumnya, Subhan turut meminta agar para tergugat membayar kerugian materiil dan immateriil kepada negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta dan disetorkan ke kas negara,” demikian bunyi petitum tersebut.
Pihak KPU sebelumnya menyatakan siap mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan. “Kita ikuti saja sidangnya,” ujar salah satu pejabat KPU menanggapi. Sementara Gibran sendiri belum memberikan komentar resmi mengenai kelanjutan perkara ini.
Meski berawal dari isu administratif, gugatan ini dinilai dapat berdampak politis, mengingat posisi Gibran sebagai wakil presiden aktif. Perkembangan kasus ini dipastikan menjadi sorotan publik, terutama menjelang setahun pemerintahan Prabowo-Gibran yang tengah diuji konsistensi dan kredibilitasnya. []
Diyan Febriana Citra.