JAKARTA — Pemerintah Indonesia terus mengedepankan pendekatan diplomatik dalam merespons kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara. Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan bahwa negosiasi intensif antara Indonesia dan AS masih berlangsung dengan harapan memperoleh keringanan tarif, khususnya untuk komoditas yang tidak diproduksi di Negeri Paman Sam.
“Untuk komoditas, mungkin belum bisa saya sampaikan. Tetapi dalam proses negosiasi kita juga ingin mendapatkan penurunan tarif seperti komoditas yang tidak dimiliki atau tidak diproduksi AS,” ujar Budi dalam konferensi pers “Kinerja Perdagangan Semester I 2025” di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (04/08/2025).
Mendag menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Upaya lobi diplomatik terus dilakukan agar produk-produk ekspor unggulan nasional tidak terdampak secara signifikan oleh kenaikan tarif yang ditetapkan AS, yang berkisar antara 15 hingga 41 persen.
Tarif baru tersebut diberlakukan melalui dekret Presiden AS Donald Trump pada 31 Juli 2025 dan dijadwalkan mulai efektif pada 7 Agustus 2025. Penundaan enam hari dari rencana awal ini bertujuan untuk memberi waktu kepada otoritas Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS dalam mempersiapkan sistem yang dibutuhkan.
Saat ini, Indonesia masih berupaya menegosiasikan potensi pengurangan tarif 19 persen yang bersifat resiprokal dan berlaku terhadap beberapa komoditas ekspor tertentu.
“Sekarang prosesnya masih berjalan, memang yang resiprokal dapat 19 persen itu berlaku 7 hari setelah 31 Juli 2025. Sekarang proses negosiasi juga masih berjalan sebenarnya, mudah-mudahan sebelum 1 September 2025 sudah selesai,” imbuh Budi.
Negara Paman Sam merupakan mitra dagang strategis Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), AS mencatatkan diri sebagai negara penyumbang surplus neraca perdagangan terbesar bagi Indonesia, dengan nilai mencapai 9,92 miliar dolar AS pada periode Januari–Juni 2025. Nilai ekspor Indonesia ke AS pun menembus angka 14,79 miliar dolar AS dan menjadi yang terbesar kedua setelah Tiongkok.
Tiga komoditas utama yang menopang ekspor ke AS meliputi mesin dan perlengkapan elektrik senilai 2,80 miliar dolar AS, alas kaki sebesar 1,29 miliar dolar AS, serta pakaian dan aksesori rajutan sebesar 1,28 miliar dolar AS.
Secara kumulatif, ekspor Indonesia selama Januari hingga Juni 2025 tumbuh sebesar 20,71 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian ini menunjukkan ketahanan sektor ekspor Indonesia meski dihadapkan pada dinamika kebijakan perdagangan global.
Namun, dengan adanya potensi perubahan tarif, pelaku usaha nasional perlu terus beradaptasi. Seperti disampaikan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, para pengusaha didorong untuk memaksimalkan peluang dari skema tarif 0 persen yang masih berlaku terhadap beberapa produk, sembari menanti hasil akhir negosiasi pemerintah. []
Diyan Febriana Citra.