ABUJA – Gelombang ketidakstabilan keamanan yang melanda Nigeria kembali memasuki babak baru setelah Menteri Pertahanan Mohammed Badaru Abubakar menyatakan pengunduran dirinya secara mendadak pada Senin (01/12/2025). Keputusan tersebut datang pada saat pemerintah Nigeria berada di bawah tekanan untuk menanggapi serangkaian serangan dan penculikan yang meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir.
Pengunduran diri Abubakar, yang berusia 63 tahun, diumumkan oleh juru bicara Presiden Bola Tinubu, Bayo Onanuga. Dalam pernyataannya, Onanuga menegaskan bahwa langkah tersebut diambil murni karena alasan kesehatan. Kepergian sang menteri terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden Tinubu mendeklarasikan “darurat keamanan nasional” yang cakupannya masih akan dijelaskan lebih rinci dalam waktu dekat.
Situasi keamanan di Nigeria sudah lama menjadi tantangan negara itu, namun lonjakan aksi penculikan baru-baru ini membuat aparat keamanan kewalahan. Insiden paling menonjol adalah penyergapan terhadap sekolah co-education St. Mary di kawasan Nigeria tengah-utara pada 21 November 2025, ketika lebih dari 300 guru dan staf disandera kelompok bersenjata. Dari jumlah tersebut, 50 orang berhasil melarikan diri, tetapi mayoritas korban masih ditahan para penculik.
Dalam upaya menenangkan publik, Penasihat Keamanan Nasional Nuhu Ribadu melakukan kunjungan langsung ke sekolah tersebut. Ia menegaskan bahwa pemerintah terus bekerja untuk memastikan keselamatan para sandera.
“Anak-anak baik-baik saja dan akan segera kembali,” ujarnya dikutip AFP.
Kasus penculikan di Nigeria bukan fenomena baru. Sejak tragedi penculikan hampir 300 siswi di Chibok oleh Boko Haram lebih dari satu dekade lalu, pemerintah Nigeria terus berjuang menghadapi aksi penculikan massal yang dilakukan untuk memperoleh tebusan. Selain itu, negara tersebut juga masih berhadapan dengan pemberontakan mematikan di wilayah barat laut sejak 2009.
Kondisi ini semakin disorot dunia setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pada akhir Oktober, menetapkan Nigeria sebagai Country of Particular Concern (CPC) terkait pelanggaran kebebasan beragama. Washington bahkan menyinggung kemungkinan intervensi militer dan menuding pembunuhan orang Kristen dilakukan oleh “Islam radikal”. Pemerintah Nigeria dan berbagai analis keamanan dengan tegas membantah narasi tersebut dan menyebutnya tidak mencerminkan kondisi di lapangan.
Di tengah tekanan domestik maupun internasional, Presiden Tinubu telah memerintahkan langkah-langkah darurat, termasuk perekrutan besar-besaran aparat kepolisian dan militer. Kebijakan ini diproyeksikan untuk memperkuat respon negara terhadap aksi geng kriminal, kelompok ekstremis, serta jaringan penculikan yang menargetkan sekolah, rumah ibadah, hingga komunitas petani.
Pengunduran diri Abubakar sekaligus membuka babak baru dalam upaya pemerintah Nigeria menata kembali sektor keamanan yang selama ini menjadi sorotan. Kini, publik menunggu sosok pengganti yang dinilai mampu mengemban tugas berat untuk memulihkan stabilitas di negara dengan jumlah penduduk terbesar di Afrika tersebut. []
Diyan Febriana Citra.

