ANTANANARIVO — Ketegangan politik di Madagaskar mencapai puncaknya setelah unit elite militer, Pusat Administrasi Personel Angkatan Darat (CAPSAT), mengambil alih kekuasaan negara pada Selasa (14/10/2025). Langkah itu terjadi sesaat setelah Majelis Nasional memakzulkan Presiden Andry Rajoelina melalui mosi tidak percaya, yang menandai babak baru ketidakstabilan di negeri kepulauan Afrika tersebut.
Kolonel Michael Randrianirina, komandan CAPSAT, memimpin langsung pasukan yang memasuki Istana Kepresidenan Ambohitsorohitra di Antananarivo. Dalam pernyataan resminya, ia menegaskan bahwa militer kini memegang kendali penuh atas pemerintahan.
“Tugas pemerintahan akan dipegang secara kolektif oleh beberapa perwira di bawah kendali Randrianirina,” demikian pernyataan CAPSAT yang disiarkan melalui televisi nasional.
Tak lama setelah pengambilalihan, militer mengumumkan pembubaran lima lembaga tinggi negara, yakni Mahkamah Konstitusi Tinggi, Komisi Pemilihan Umum Nasional Independen, Senat, Dewan Tinggi untuk Pembelaan Hak Asasi Manusia, dan Mahkamah Agung. Hanya Majelis Nasional yang tetap diizinkan berfungsi. Langkah itu memperlihatkan tekad militer untuk menata ulang struktur pemerintahan dan menyingkirkan institusi yang dinilai tidak lagi netral.
Sebelum pemakzulan, Majelis Nasional menuduh Rajoelina lalai menjalankan tugas negara setelah diketahui melarikan diri ke luar negeri sejak Minggu (12/10/2025), menyusul percobaan kudeta terhadap dirinya. Keesokan harinya, Rajoelina mengeluarkan pernyataan yang menyebut pelariannya semata-mata demi keselamatan dirinya dan “kelangsungan pemerintahan nasional.”
Namun, spekulasi publik justru menguat setelah media Prancis melaporkan bahwa Presiden Emmanuel Macron turut berperan dalam proses evakuasi Rajoelina dengan pesawat militer Prancis. Pemerintah Prancis hingga kini belum memberikan komentar resmi, tetapi kabar itu memperkeruh hubungan diplomatik antara kedua negara.
Krisis politik ini tak lepas dari gelombang demonstrasi besar yang melanda Madagaskar sejak 25 September 2025 lalu. Aksi yang dipimpin oleh kelompok muda, terutama generasi Z, awalnya menyoroti krisis listrik dan air, tetapi berkembang menjadi tuntutan yang lebih luas: pemberantasan korupsi dan reformasi pemerintahan. “Masyarakat sudah lelah dengan janji tanpa perubahan,” ujar salah satu pemimpin demonstrasi yang dikutip media lokal.
Situasi di Ibu Kota Antananarivo pun masih memanas. Sejumlah kantor pemerintahan dirusak massa, sementara rumah pejabat dibakar dan dijarah. Dalam beberapa aksi, massa bahkan mengibarkan bendera bergambar simbol One Piece, yang disebut terinspirasi dari gelombang protes di Indonesia pada Agustus 2025 lalu.
Dengan kekuasaan kini di tangan militer, masa depan politik Madagaskar menjadi tanda tanya besar. Komunitas internasional menyerukan agar militer segera membentuk pemerintahan sementara dan menjamin keselamatan warga sipil, sementara rakyat menanti apakah perubahan yang dijanjikan benar-benar akan terwujud atau hanya menjadi babak baru dari siklus kekuasaan yang sama. []
Diyan Febriana Citra.