Misbakhun: Pemerintah Waspada Hitung Untung Rugi Tarif Resiprokal AS

Misbakhun: Pemerintah Waspada Hitung Untung Rugi Tarif Resiprokal AS

JAKARTA – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Rabu, 2 April 2025, secara resmi menerapkan kebijakan tarif timbal balik (resiprokal) kepada Indonesia. Tarif baru ini sebesar 32 persen, naik signifikan dari basis tarif sebelumnya sebesar 10 persen yang berlaku untuk semua negara mitra dagang AS.

Langkah ini memicu kekhawatiran di berbagai kalangan. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi besar menekan kinerja ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam. Untuk itu, ia mendesak pemerintah melalui tim ekonomi Presiden Prabowo Subianto untuk segera melakukan konsolidasi menyeluruh guna mengantisipasi dampak dari keputusan sepihak tersebut.

“Konsolidasi itu perlu melibatkan para pemangku kepentingan lainnya. Bagaimanapun, pemerintah harus tetap berhati-hati dalam menghitung untung-rugi kebijakan tarif baru di AS terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Jumat (4/4/2025).

Misbakhun menyambut baik langkah awal pemerintah yang telah mengirim Tim Khusus Tingkat Tinggi untuk melakukan lobi diplomatik ke Amerika Serikat. Ia berharap upaya tersebut membuahkan hasil positif dalam waktu dekat.

“Tentu kita semua berharap pada hasil Tim Khusus ini. Upaya renegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat adalah langkah terbaik,” katanya.

Berdasarkan data yang diungkapkannya, pada 2024 nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 26,4 miliar atau sekitar 9,9 persen dari total ekspor nasional. Ekspor tersebut didominasi oleh produk industri padat karya, seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, minyak sawit mentah (CPO), hingga peralatan elektronik.

“Industri-industri tersebut akan mengalami tekanan pada harga di pasar AS yang menjadi lebih mahal karena terkena dampak tarif tambahan. Untuk bisa tetap bersaing, produk buatan Indonesia harus makin efisien dalam struktur biaya produksinya, demi menjaga keberlangsungan usaha,” imbuhnya.

Dampak ke Penerimaan Negara dan Nilai Tukar

Tak hanya berdampak pada sektor industri, Misbakhun juga memperingatkan bahwa tekanan ini berpotensi memengaruhi struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika perusahaan eksportir mengalami penurunan keuntungan, maka dampaknya akan terasa pada penurunan penerimaan negara dari pajak, bea masuk, maupun PNBP.

“Selama ini, kinerja penerimaan negara dari pajak dan bea sangat dipengaruhi oleh performa ekspor serta harga komoditas global. Dengan adanya tarif tambahan ini, target penerimaan dalam APBN 2025 harus segera dikaji ulang,” tegasnya.

Ia juga menyoroti potensi gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Misbakhun memprediksi bahwa harga barang di AS akan naik akibat inflasi yang masih tinggi pasca-pandemi. Hal ini berpotensi membuat Bank Sentral AS (The Fed) menurunkan suku bunga, yang pada gilirannya bisa menimbulkan ketidakpastian baru di pasar keuangan global.

“Kondisi ini akan memberikan tekanan koreksi negatif pada nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS,” jelasnya.

Untuk itu, Misbakhun mendorong Bank Indonesia agar bergerak cepat dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Ia menilai, momen libur Lebaran saat ini bisa dimanfaatkan untuk merumuskan strategi kebijakan stabilisasi sebelum pasar kembali aktif.“Jangan sampai tekanan koreksi negatif atas Rupiah melewati angka psikologis,” tandasnya.

Perlu Diplomasi Dagang Strategis

Sementara itu, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, juga menanggapi serius kebijakan tarif dari AS. Ia menegaskan bahwa Indonesia harus segera memperkuat diplomasi dagang dengan Amerika Serikat sebagai mitra strategis.“Kita harus melaksanakan diplomasi perdagangan dengan baik,” katanya kepada wartawan.

Namun, ia mengingatkan agar pemerintah tidak lengah terhadap potensi limpahan produk dari negara lain ke Indonesia yang ditolak masuk ke AS. Menurutnya, hal ini bisa merusak industri nasional dan mengganggu program hilirisasi.“Penting untuk memperhatikan agar Indonesia tidak menjadi tempat pembuangan produk negara lain. Ini sangat berbahaya bagi industri dalam negeri,” tegas Dasco.

Ia pun mengajak seluruh elemen, baik pemerintah, swasta, maupun lembaga legislatif dan yudikatif, untuk bersinergi menjaga kepentingan ekonomi nasional.“Kita mesti jaga bersama kepentingan nasional ini,” pungkasnya.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional