JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menegaskan bahwa semua pihak harus bersikap terbuka dalam proses uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Uji materi ini mempertemukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di ruang sidang MK, Selasa (30/9/2025).
Dalam persidangan, Suhartoyo mengajukan pertanyaan kepada tiga pihak yang diminta hadir memberikan keterangan, yakni Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia, serta Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi. Pertanyaan itu berfokus pada isu independensi standar profesi kedokteran yang dinilai berubah setelah UU Kesehatan diberlakukan.
“Apakah ini sudah justifikasi atau hanya dugaan bahwa kolegium dan konsil ini sekarang sudah tidak independen karena bagian dari eksekutif (Kementerian Kesehatan) tadi?” tanya Suhartoyo dalam persidangan.
Ia meminta para pihak memberi penjelasan berdasarkan data empiris agar majelis hakim memperoleh gambaran nyata dari konflik yang sedang berlangsung. Suhartoyo bahkan meninggikan suaranya ketika menegaskan bahwa tidak boleh ada fakta yang ditutup-tutupi. “Karena kalau ada pihak-pihak yang menutupi persoalan ini, kemudian kesalahan bukan pada Majelis Hakim, tapi ada pada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu,” ucapnya.
Suhartoyo juga menambahkan, keterbukaan sangat penting karena tidak semua hakim memahami secara detail isi serta implementasi UU Kesehatan. “Kalau berkenaan dengan hal ini tidak diungkap secara terbuka, secara jujur, kemudian secara komprehensif, nanti ada yang tertinggal,” ujarnya.
Pernyataan tersebut kemudian ditanggapi oleh Ketua Umum Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI), Suryono. Ia menjelaskan, sebelum UU Kesehatan berlaku, disiplin profesi dokter berada di bawah Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden dan memiliki unsur masyarakat, ahli hukum, serta profesional terkait.
Namun setelah KKI diposisikan di bawah Kemenkes, menurutnya, independensi profesi menjadi lemah. “Kolegium saat ini, ya tidak independen kalau menurut saya, ya, karena di bawah intervensi daripada konsil maupun Kementerian Kesehatan,” kata Suryono.
Selain itu, Suryono menyoroti mekanisme pemilihan konsil yang dianggap kurang demokratis setelah berada dalam lingkup Kemenkes. Hal ini memperkuat keraguan bahwa profesi kedokteran kini rentan terhadap intervensi pemerintah.
Diketahui, terdapat tiga perkara uji materi terkait UU Kesehatan yang saat ini tengah ditangani MK, yakni perkara 156/PUU-XXII/2024, perkara 111/PUU-XXII/2024, dan perkara 182/PUU-XXII/2024. Ketiga perkara tersebut berhubungan dengan tudingan bahwa pemerintah mengambil alih independensi kolegium serta mengatur organisasi profesi dokter melalui satu wadah tunggal.
Catatan MK menyebut, sidang ini telah berlangsung hingga delapan kali, lebih panjang dibandingkan perkara uji materi pada umumnya. Sejumlah pihak, termasuk DPR, pemerintah, pemohon, ahli, dan saksi, telah dimintai keterangan. Sidang terbaru menghadirkan perwakilan asosiasi dekan kedokteran, asosiasi rumah sakit pendidikan, dan asosiasi dekan fakultas kedokteran gigi untuk memberikan pandangan tambahan.
Perkara ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dalam pembahasan UU Kesehatan. Tanpa keterbukaan, dikhawatirkan akan muncul ketidakpahaman publik serta kesalahpahaman dalam dunia profesi kedokteran di Indonesia. []
Putri Aulia Maharani