JAKARTA – Penegakan integritas dalam pengelolaan anggaran pendidikan kembali menjadi sorotan publik setelah mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (07/08/2025). Kehadiran Nadiem merupakan bagian dari proses penyelidikan yang dilakukan lembaga antirasuah terkait dugaan penyimpangan dalam pengadaan layanan Google Cloud di Kemendikbudristek.
Pantauan dari Gedung Merah Putih KPK, Nadiem tiba sekitar pukul 09.19 WIB, ditemani sejumlah kuasa hukumnya, termasuk Hotman Paris. Mengenakan kemeja hijau muda dan membawa tas hitam, mantan bos Gojek itu sempat menyapa awak media yang menunggu di lobi.
“Selamat pagi, sehat alhamdulillah, nanti setelahnya ya,” ujar Nadiem singkat saat ditanya wartawan mengenai substansi pemeriksaan.
Sebelum Nadiem, KPK juga telah meminta keterangan dari beberapa nama penting dalam ekosistem digital nasional, termasuk mantan CEO PT Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), Andre Soelistyo, serta pemegang saham Melissa Siska Juminto, yang hadir untuk memberikan keterangan pada Selasa (05/08/2025).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penyelidikan difokuskan pada pengadaan layanan penyimpanan cloud yang digunakan selama masa pandemi COVID-19. Layanan tersebut berfungsi menyimpan data hasil pembelajaran daring dari berbagai sekolah di seluruh Indonesia.
“Waktu itu kita ingat zaman COVID-19, ya, pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran daring. Tugas-tugas anak-anak kita yang sedang belajar dan lain-lain, kemudian hasil ujian, itu datanya disimpan dalam bentuk cloud. Google Cloud-nya,” terang Asep, Kamis (24/07/2025).
Menurutnya, penggunaan Google Cloud membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan proses pembayaran inilah yang kini menjadi perhatian KPK. “Di Google Cloud itu kita kan bayar, nah ini yang sedang kita dalami,” ujarnya.
Asep juga menegaskan bahwa penyelidikan kasus Google Cloud ini berbeda dari perkara pengadaan Chromebook yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.
“Berbeda. Kenapa? Kalau Chromebook adalah pengadaan perangkat kerasnya, hardware-nya. Kalau Google Cloud itu adalah salah satu software-nya,” jelas Asep.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi lembaga negara untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan anggaran publik, terutama dalam kondisi darurat seperti pandemi. Meski teknologi menjadi solusi utama kala itu, mekanisme pengadaan tetap harus akuntabel dan transparan. []
Diyan Febriana Citra.