NASA Kebut Reaktor Nuklir di Bulan, Target Meluncur pada 2030

NASA Kebut Reaktor Nuklir di Bulan, Target Meluncur pada 2030

WASHINGTON – Dalam konteks persaingan eksplorasi luar angkasa yang kian intensif, Amerika Serikat melalui Badan Antariksa Nasional (NASA) mempercepat proyek ambisiusnya pembangunan reaktor nuklir pertama di permukaan Bulan. Proyek ini ditargetkan rampung pada 2030, sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk menciptakan koloni manusia yang mandiri secara energi di Bulan.

Penunjukan Sean Duffy sebagai kepala sementara NASA oleh Presiden Donald Trump memberi sinyal arah kebijakan luar angkasa AS yang kini lebih berani dan kompetitif. Duffy menyampaikan bahwa AS tidak bisa tinggal diam melihat rencana serupa yang sedang digagas China dan Rusia, dua kekuatan besar lain yang aktif dalam ekspansi luar angkasa. Ia bahkan mengingatkan adanya potensi dua negara tersebut mendeklarasikan “zona larangan” di wilayah Bulan.

Langkah percepatan pembangunan reaktor oleh NASA memicu perdebatan di kalangan ilmuwan. Banyak yang mempertanyakan kelayakan dan waktu pelaksanaan proyek tersebut, terlebih di tengah pemangkasan anggaran NASA sebesar 24 persen untuk tahun 2026. Proyek ilmiah besar lainnya seperti misi Mars Sample Return bahkan terkena dampaknya.

Meski begitu, urgensi membangun sistem energi berkelanjutan di Bulan dinilai krusial. Panel surya, sumber daya yang selama ini diandalkan, memiliki keterbatasan karena siang dan malam di Bulan masing-masing berlangsung dua minggu. Dalam kondisi dua minggu tanpa sinar matahari, pembangkit tenaga nuklir dinilai menjadi solusi paling logis.

“Tenaga nuklir bukan sekadar pilihan, tapi keniscayaan,” ujar Dr. Sungwoo Lim dari University of Surrey. Ia menyebut, habitat Bulan yang mampu mendukung kru manusia membutuhkan pasokan energi dalam skala megawatt yang tidak mungkin dipenuhi hanya dengan baterai dan panel surya.

NASA kini tengah mencari mitra dari sektor swasta untuk mengembangkan reaktor berkapasitas minimum 100 kilowatt, sebagai tahap awal. “Dengan dana dan peluncuran yang cukup lewat program Artemis, pembangunan reaktor itu secara teknis sangat memungkinkan,” kata Prof. Lionel Wilson dari Lancaster University.

Meski secara teknis memungkinkan, tantangan besar tetap ada, terutama dalam aspek keselamatan. Peluncuran bahan radioaktif dari Bumi memerlukan izin khusus dan kontrol ketat. Dr. Simeon Barber dari Open University menekankan pentingnya transparansi dan mitigasi risiko dalam proses peluncuran.

Tak hanya AS, China dan Rusia juga telah mengumumkan rencana membangun stasiun tenaga nuklir otomatis di Bulan pada 2035. Kedua negara tersebut juga aktif mengembangkan misi eksplorasi Bulan dan Mars sebagai bagian dari strategi geopolitik mereka.

Duffy, dalam pernyataannya kepada NASA, menyatakan bahwa percepatan proyek ini sangat penting, tidak hanya untuk mendukung potensi ekonomi luar angkasa, tetapi juga untuk memperkuat posisi keamanan nasional AS di luar orbit Bumi.

Meski mendapat kritik akibat kondisi anggaran yang ketat, proyek ini tetap berjalan. Bagi sebagian kalangan, proyek reaktor nuklir di Bulan adalah cerminan perlombaan baru: bukan sekadar eksplorasi ilmiah, tetapi juga simbol pengaruh dan dominasi antariksa di abad ke-21. []

Diyan Febriana Citra

Hotnews Internasional