Negara Paling Berpendidikan di Dunia: Apakah Indonesia Termasuk?

Negara Paling Berpendidikan di Dunia: Apakah Indonesia Termasuk?

JAKARTA – Di tengah transformasi global yang didorong oleh kecerdasan buatan dan pergeseran ekonomi menuju energi berkelanjutan, pendidikan tetap menjadi aset utama dalam menghadapi perubahan zaman. Laporan CBRE Research tahun 2023 memotret negara-negara dengan populasi usia produktif paling berpendidikan di dunia, khususnya kelompok usia 25 hingga 64 tahun yang telah menempuh pendidikan tinggi.

Irlandia menempati posisi teratas dalam daftar tersebut, dengan lebih dari separuh penduduk dewasanya memegang gelar sarjana. Dominasi negara-negara Eropa terlihat pula dengan kehadiran Swiss, Belgia, dan Belanda di jajaran atas. Kombinasi antara stabilitas ekonomi dan kebijakan pendidikan yang progresif menjadi fondasi kuat yang menopang pencapaian tersebut.

Yang menarik, Singapura berhasil menembus posisi tiga besar, menandingi dominasi negara-negara Eropa. Negara kota yang tidak memiliki sumber daya alam itu mampu membuktikan bahwa investasi jangka panjang di sektor pendidikan dapat mengungguli keterbatasan geografis.

Di sisi lain, Amerika Serikat, meskipun tidak berada di posisi teratas secara persentase, mencatatkan jumlah absolut lulusan pendidikan tinggi terbesar di dunia—sekitar 78 juta orang dewasa yang telah menyelesaikan pendidikan sarjana atau lebih tinggi. Hal ini menegaskan peran penting negara tersebut sebagai lumbung inovasi dan talenta global. Namun, keberhasilan itu juga dibayangi oleh tantangan struktural, seperti tingginya biaya pendidikan, utang pelajar, dan ketimpangan akses pendidikan tinggi yang masih mencolok.

Indonesia sendiri belum berhasil masuk dalam 36 besar negara dengan populasi paling berpendidikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 menunjukkan bahwa hanya 12,8% tenaga kerja di Indonesia yang merupakan lulusan diploma atau sarjana. Mayoritas masih berasal dari jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik dalam sektor formal maupun informal.

Meski demikian, rendahnya angka tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan kegagalan. Ketimpangan dalam akses pendidikan tinggi, khususnya di luar Pulau Jawa, serta tantangan dalam pemerataan digitalisasi dan pengembangan pendidikan vokasi, turut menjadi faktor penghambat.

Pakar menegaskan bahwa kuantitas lulusan sarjana bukan satu-satunya tolok ukur kemajuan pendidikan sebuah negara. Relevansi kurikulum, kesiapan menghadapi pasar kerja, serta akses pendidikan yang inklusif dan merata menjadi unsur krusial dalam menciptakan sumber daya manusia unggul yang adaptif terhadap perubahan zaman.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional