Negosiasi Plastik Global di Jenewa Berakhir Tanpa Kesepakatan

Negosiasi Plastik Global di Jenewa Berakhir Tanpa Kesepakatan

JENEWA – Harapan besar untuk lahirnya kesepakatan global mengakhiri polusi plastik kembali pupus. Pertemuan lanjutan Intergovernmental Negotiating Committee (INC 5.2) yang digelar di Jenewa, Swiss, sejak awal pekan lalu resmi ditutup pada Jumat (150/8/2025) tanpa menghasilkan kejelasan agenda berikutnya.

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menilai, jalannya sidang penuh ketidakpastian. Tidak hanya tanpa jadwal yang pasti, sesi akhir pun berakhir tiba-tiba tanpa memberi kesempatan masyarakat sipil menyampaikan intervensi.

Deputy Director Dietplastik Indonesia Rahyang Nusantara menegaskan, langkah Ketua INC 5.2 menutup sidang secara sepihak telah merusak kepercayaan terhadap proses.

“Memotong suara masyarakat sipil, ilmuwan, dan komunitas terdampak tidak hanya merusak transparansi, tetapi juga melemahkan legitimasi proses ini,” kata Rahyang dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/08/2025).

Ia menambahkan, pengendalian polusi plastik sejatinya menuntut proses yang terbuka dan akuntabel. “Kami mendesak INC untuk segera mengkomunikasikan jadwal, agenda, dan proses untuk pertemuan berikutnya serta memastikan semua pemangku kepentingan, terutama yang paling terdampak, dapat didengar dan dihormati,” ujarnya.

Sejumlah negara yang tergabung dalam High Ambition Coalition, seperti Kolombia, Panama, Fiji, Kenya, Inggris, dan Uni Eropa sejak awal menolak draf Chair’s Text yang hanya berfokus pada pengelolaan sampah. Mereka menilai teks itu tidak menyentuh isu pokok, yakni pembatasan produksi plastik dan pengendalian bahan kimia berbahaya.

Menurut laporan Center for International Environmental Law (CIEL), jumlah pelobi industri fosil dan kimia dalam INC terus meningkat. Dari 143 pada INC-3, kini melonjak menjadi 234 pada INC-5.2. Kehadiran mereka dipandang sebagai bentuk tekanan kuat untuk melemahkan ambisi perjanjian.

Co-Coordinator AZWI, Nindhita Proboretno, menyebut sepuluh hari negosiasi di Jenewa berakhir dengan kekecewaan. “Delegasi menghabiskan waktu berharga dunia untuk debat yang berlarut-larut, sementara isu-isu mendasar seperti pembatasan produksi plastik dan penghapusan bahan kimia berbahaya nyaris tidak disentuh,” katanya.

AZWI juga menilai proses INC tidak adil. Pelobi industri tidak hanya hadir, tetapi sebagian bahkan masuk sebagai anggota delegasi, sedangkan kelompok masyarakat sipil kerap dibatasi aksesnya. Intervensi negara-negara ambisius dari Selatan pun kerap diabaikan.

Situasi makin rumit akibat jadwal sidang yang berubah mendadak. Pleno final baru diumumkan 40 menit sebelum dimulai, yakni pada pukul 5.30 waktu setempat, hanya beberapa jam setelah draf terakhir beredar.

Zero Waste Campaigner Greenpeace Indonesia, Ibar Akbar, menilai hasil INC 5.2 jelas menunjukkan kegagalan. “Tapi proses negosiasi gagal membawa kita untuk bebas dari polusi plastik. Kegagalan ini semakin membuat lingkungan dan kesehatan manusia semakin terancam dan hanya membiarkan industri bahan bakar fosil terus mendapatkan keuntungan untuk memperparah krisis iklim,” paparnya.

Kegagalan di Jenewa menunjukkan lemahnya kemauan politik global. Padahal, mandat perjanjian plastik yang lahir dari semangat Perjanjian Paris 2015 dimaksudkan untuk melindungi lingkungan dan manusia dari ancaman plastik di seluruh siklus hidupnya. Tanpa kesepakatan yang jelas, dunia terancam kehilangan momentum penting dalam menghentikan krisis plastik yang kian mendesak. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional