Netanyahu: Kami Duduki Gaza, Tapi Tak Akan Perintah

Netanyahu: Kami Duduki Gaza, Tapi Tak Akan Perintah

TEL AVIV – Di tengah tekanan global dan meningkatnya penderitaan warga sipil di Gaza, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan niat negaranya untuk mengambil alih kendali penuh atas Jalur Gaza. Namun, ia menegaskan bahwa langkah itu tidak bertujuan membentuk pemerintahan permanen Israel di wilayah tersebut.

Dalam wawancara pada Kamis (07/08/2025), Netanyahu menyampaikan bahwa Israel berencana menduduki wilayah Gaza secara menyeluruh.

“Kami berniat (menduduki seluruh Gaza),” ujarnya tegas ketika ditanya soal ambisi kontrol teritorial. Meski demikian, ia mengklarifikasi, “Kami ingin memiliki perimeter keamanan. Kami tidak ingin memerintahnya.”

Pernyataan ini disampaikan di tengah desakan kuat dari komunitas internasional agar Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata, demi mengakhiri konflik berkepanjangan yang telah menelan puluhan ribu nyawa.

Netanyahu juga menyebut bahwa setelah pendudukan, kendali atas Gaza akan diserahkan kepada pasukan negara Arab tertentu, asalkan tidak mengancam keamanan Israel. Meski begitu, rencana ini mendapat respons beragam dari internal pemerintahan Israel sendiri.

Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, secara terbuka menunjukkan sikap berbeda. Dalam sebuah pernyataan pada hari yang sama, ia menyatakan siap menyampaikan pandangannya tanpa rasa takut.

“Kami berurusan dengan masalah hidup dan mati dan kami melakukannya dengan melihat langsung ke mata para prajurit dan warga kami,” ungkap Zamir, mengisyaratkan ketegangan internal soal strategi pendudukan penuh.

Sementara itu, di Gaza, rencana tersebut menimbulkan ketakutan besar. Warga sipil kembali menghadapi ancaman operasi darat skala besar yang hanya akan memperparah penderitaan mereka.

“Operasi darat berarti lebih banyak kehancuran dan kematian,” kata Ahmad Salem (45), warga Gaza yang kini tinggal di kamp pengungsian.

Kondisi kemanusiaan di wilayah itu terus menurun drastis. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sedikitnya 99 orang telah meninggal akibat kelaparan tahun ini, dan angka ini diperkirakan jauh lebih rendah dari jumlah sebenarnya. Ketersediaan bahan makanan semakin terbatas, dan harga-harga naik hingga tak terjangkau oleh masyarakat biasa.

“Harga bahan makanan sangat tinggi dan tidak stabil. Kami berharap pasokan kembali normal dan harganya wajar, karena kami tidak lagi mampu membayar biaya yang sangat tidak masuk akal ini,” keluh Mahmoud Wafi (38), seorang pengungsi.

Menurut catatan PBB, sedikitnya 600 truk bantuan diperlukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk Gaza. Namun, menurut Amjad Al-Shawa, Direktur Palestinian NGO Network, hanya 70–80 truk yang berhasil masuk tiap hari, dan itu pun dengan isi yang sangat terbatas.

Serangan terbaru Israel pada Kamis (07/08/2025) juga menambah daftar panjang korban jiwa. Sedikitnya 35 orang dilaporkan tewas dalam 24 jam terakhir, menjadikan total korban yang tercatat oleh Kementerian Kesehatan Gaza mencapai 61.258 jiwa sejak konflik meletus.

Kondisi ini menunjukkan ketegangan antara ambisi geopolitik Israel dan kenyataan di lapangan, yang semakin mengkhawatirkan dunia internasional. Di saat Netanyahu berbicara soal pengamanan wilayah, Gaza terus mengalami krisis kemanusiaan yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional