NEW YORK – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali memunculkan isu Palestina dalam forum internasional dengan memutuskan melanjutkan Konferensi Tingkat Tinggi Internasional mengenai solusi dua negara pada 22 September 2025. Keputusan ini diambil pada Jumat (05/09/2025), setelah adanya usulan lisan dari Arab Saudi yang mendapat dukungan mayoritas.
Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk menghidupkan kembali proses perdamaian yang sempat mandek di musim panas lalu. Situasi di Timur Tengah belakangan memang kembali memanas, ditandai dengan eskalasi kekerasan di Gaza yang membuat perhatian dunia internasional tertuju pada konflik berkepanjangan tersebut.
Arab Saudi menekankan bahwa solusi dua negara merupakan jalan paling realistis menuju perdamaian yang adil dan berkelanjutan. Melalui konferensi ini, diharapkan dialog dapat kembali dibangun dan membuka ruang diplomasi yang lebih luas.
Namun, keputusan Majelis Umum itu memunculkan reaksi keras dari Israel dan Amerika Serikat. Kedua negara tersebut langsung menyatakan tidak akan berpartisipasi dalam konferensi. Mereka menilai forum itu justru akan memperpanjang konflik di Gaza dan memperkuat posisi Hamas di wilayah tersebut.
“Melanjutkan konferensi selama pekan tingkat tinggi UNGA memberikan kesempatan bagi lebih banyak kepala negara dan pemerintahan untuk menghadiri acara tersebut,” demikian pernyataan resmi PBB.
Wakil penasihat politik misi AS untuk PBB, Ting Wu, menegaskan posisi negaranya. “Amerika Serikat tidak akan berpartisipasi dalam konferensi tersebut,” ujarnya. Penarikan diri Washington dianggap mencerminkan sikap konsisten AS yang tetap berada di sisi Israel dalam dinamika konflik Palestina.
Di sisi lain, konferensi yang bertepatan dengan pertemuan tingkat tinggi Majelis Umum diperkirakan akan menjadi ajang uji diplomasi bagi banyak negara. Beberapa pihak menilai momentum ini bisa memberi tekanan politik internasional terhadap Israel untuk mempertimbangkan kembali kebijakan mereka, meski tanpa kehadiran AS dan Israel, efektivitas forum itu masih dipertanyakan.
Hingga kini, belum ada kepastian apakah Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan hadir secara langsung. Situasi semakin rumit karena Amerika Serikat telah memberlakukan larangan visa bagi pejabat Palestina, sehingga kehadiran Abbas masih menjadi tanda tanya.
Meski banyak tantangan, keputusan untuk melanjutkan konferensi dua negara ini menunjukkan bahwa isu Palestina tetap menjadi perhatian utama dunia. Dengan hadirnya puluhan kepala negara, diharapkan ada dorongan baru untuk mengakhiri kebuntuan diplomasi yang selama ini menghambat tercapainya perdamaian di kawasan Timur Tengah. []
Diyan Febriana Citra.