Peluang Penerbangan Internasional, DPRD Ingatkan Wisata Berkelanjutan

Peluang Penerbangan Internasional, DPRD Ingatkan Wisata Berkelanjutan

Bagikan:

PARLEMENTARIA — Wacana pembukaan rute penerbangan internasional dari Kuala Lumpur menuju Bandara APT Pranoto Samarinda dinilai membuka babak baru bagi pengembangan pariwisata Kalimantan Timur. Akses udara lintas negara tersebut berpotensi memperluas jangkauan wisatawan mancanegara, termasuk ke kawasan pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) seperti Muara Badak dan Marang Kayu.

Namun, Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, mengingatkan bahwa peluang tersebut harus diiringi dengan perencanaan tata ruang dan perlindungan lingkungan yang matang. Tanpa perencanaan yang jelas, pengembangan wisata justru dikhawatirkan menimbulkan persoalan baru, terutama di wilayah pesisir yang rentan secara ekologis.

Menurut Demmu, Muara Badak memiliki potensi wisata bahari yang dapat menarik minat wisatawan asing jika akses internasional benar-benar terealisasi. Akan tetapi, ia menyoroti bahwa sebagian besar kawasan pesisir Muara Badak saat ini masuk dalam zona peruntukan industri sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kondisi ini, kata dia, menuntut strategi khusus agar sektor wisata dapat tumbuh tanpa bertabrakan dengan fungsi industri.

“Kalau bicara wisata, RTRW-nya harus mendukung. Sekarang pesisir Muara Badak mayoritas kawasan industri. Artinya perlu strategi supaya wisata tetap bisa berkembang,” ujarnya, Selasa (09/12/2025).

Selain wisata bahari, Demmu melihat peluang lain yang tidak kalah menarik, yakni pengembangan wisata kebun buah, khususnya durian. Potensi ini dinilai dapat menjadi daya tarik alternatif bagi wisatawan luar negeri yang masuk melalui Samarinda, sekaligus mendorong ekonomi masyarakat lokal.

Meski demikian, Demmu menekankan bahwa pengembangan wisata tidak boleh mengabaikan aspek lingkungan. Beberapa kawasan pesisir Kukar, menurutnya, rawan abrasi dan berpotensi terdampak bencana jika pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan daya dukung alam. Oleh karena itu, prinsip wisata berkelanjutan harus menjadi dasar dalam setiap perencanaan.

“Pengelola wisata harus menjaga alam, jangan semua dibabat. Pemerintah wajib memberi arahan agar yang dikembangkan itu wisata ramah lingkungan,” katanya.

Sebagai langkah mitigasi, Demmu mengusulkan adanya zona pelindung minimal 50 meter dari garis pesisir. Zona ini dinilai penting untuk mengurangi risiko kerusakan akibat gelombang besar, banjir rob, maupun abrasi pantai. Tanpa perlindungan tersebut, ia menilai risiko bencana akan meningkat seiring berkembangnya aktivitas wisata dan industri.

Terkait legalitas, Demmu menyebut sebagian besar pengelola wisata lokal telah mengantongi sertifikat dan perizinan dari Badan Pertanahan Nasional. Namun demikian, pengawasan tetap diperlukan agar kegiatan wisata berjalan selaras dengan upaya pelestarian lingkungan. “Kalau pengelola sudah punya sertifikat, itu legal. Tapi mereka tetap wajib menjaga lingkungan,” tegasnya. []

Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna

Bagikan:
Advertorial DPRD Kaltim