ADVERTORIAL – Kirab Budaya Nusantara menjadi pembuka meriah rangkaian kegiatan Kukar Festival Budaya Nusantara (KFBN) 2025 yang dimulai pada Sabtu (19/07/2025) di halaman depan Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Tenggarong. Kegiatan ini menjadi momentum awal dari pelaksanaan festival yang digelar hingga 23 Juli 2025.
Acara tersebut menjadi ajang pelestarian nilai-nilai budaya yang tidak hanya menampilkan atraksi visual semata, tetapi juga merepresentasikan semangat daerah dalam mempertahankan warisan budaya yang ada. Dalam kesempatan itu, Asisten III Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kutai Kartanegara (Kukar) Bidang Administrasi Umum, Dafip Haryanto, menyampaikan bahwa fokus pembangunan daerah tidak semata pada pembangunan infrastruktur, melainkan juga menyentuh aspek kebudayaan dan pembentukan karakter masyarakat.
“Oleh karena itu, Pemkab Kukar berkomitmen untuk terus mendukung kegiatan budaya. Memperkuat kelembagaan adat, membina komunitas seni, serta menjaga dan mengembangkan kebudayaan,” jelasnya.
Dafip mengajak masyarakat untuk tidak menjadikan budaya sekadar sebagai tontonan atau simbol yang terpajang. Ia menegaskan pentingnya menghidupkan budaya dalam keseharian, baik dalam sistem pendidikan, etika sosial, hingga kebijakan kota.
“Kita harus menjaga, merawat, dan menerapkan kebudayaan ini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan, tata kelola kota, etika sosial, serta cara pandang kita dalam memaknai kehidupan berbangsa,” jelasnya lagi.
Menurutnya, pelaksanaan kegiatan ini bukan hanya seremonial, tetapi merupakan bagian dari upaya konkret dalam menanamkan kecintaan terhadap budaya kepada generasi muda, sekaligus menguatkan identitas lokal yang menjadi kekuatan daerah.
“Terimakasih atas segala perhatian, dedikasi, dan juga partisipasinya dari seluruh pihak. Semoga kegiatan ini, dapat membawa berkah, manfaat, dan juga keberlanjutan bagi kita semua,” pungkasnya.
Kegiatan ini menjadi bagian dari pelaksanaan visi Kukar Idaman Terbaik, yang tidak hanya berorientasi pada kemajuan ekonomi semata, tetapi juga memperkuat pilar kebudayaan sebagai salah satu fondasi menuju pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. []
Penulis: Eko Sulistiyo | Penyunting: Agnes Wiguna