JAKARTA – Pemerintah memastikan strategi penerimaan negara pada 2026 tidak akan bertumpu pada penciptaan jenis pajak baru maupun kenaikan tarif yang sudah berlaku. Kebijakan ini ditegaskan langsung oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers penyampaian RAPBN dan Nota Keuangan 2026, Jumat (15/08/2025).
Sri Mulyani menjawab isu yang sempat berkembang mengenai kemungkinan munculnya pajak tambahan. Menurutnya, arah kebijakan fiskal tetap mengandalkan instrumen yang sudah berjalan, terutama melalui pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Tidak ada, maksudnya tadi kan pertanyaannya menjurus apakah ada pajak baru, ada tarif baru,” kata Sri Mulyani.
Alih-alih menciptakan beban baru bagi masyarakat maupun dunia usaha, pemerintah justru akan fokus pada penguatan sistem perpajakan. Salah satu langkah utamanya adalah optimalisasi layanan Coretax, sistem digital yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi sekaligus transparansi dalam pemungutan pajak.
Selain itu, koordinasi antarlembaga juga akan diperkuat. Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, hingga pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan berbagi data secara lebih terintegrasi.
“Sehingga semua data yang kita peroleh akurasi dan waktunya lebih tepat. Itu kemudian bisa menciptakan peluang untuk penegakan hukum yang lebih baik,” jelas Sri Mulyani.
Langkah ini diharapkan dapat menutup celah kepatuhan wajib pajak sekaligus meningkatkan efektivitas pengawasan. Dengan basis data yang lebih kuat, pemerintah menargetkan penerimaan negara bisa terus bertumbuh tanpa harus menambah jenis pungutan baru.
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp 2.357,7 triliun. Target tersebut meningkat 13,5 persen dibandingkan outlook penerimaan pajak tahun 2025. Angka ini mencerminkan keyakinan pemerintah terhadap efektivitas reformasi perpajakan yang sedang berjalan.
Sejumlah analis menilai keputusan tidak menambah jenis pajak baru cukup melegakan pelaku usaha. Dengan kepastian kebijakan, dunia usaha dapat lebih fokus pada ekspansi dan penciptaan lapangan kerja, sementara negara tetap memperoleh tambahan penerimaan dari basis pajak yang diperluas.
Kebijakan ini juga menunjukkan komitmen pemerintah menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan beban masyarakat. Di satu sisi, target penerimaan tetap ambisius; di sisi lain, instrumen yang digunakan tidak menambah tekanan baru kepada wajib pajak.
Langkah reformasi ini dipandang penting di tengah situasi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian. Dengan memperkuat sistem administrasi, memperluas basis pajak, dan meningkatkan kepatuhan, pemerintah berharap penerimaan negara bisa lebih berkelanjutan serta mendukung pembiayaan pembangunan prioritas nasional. []
Diyan Febriana Citra.