PARLEMENTARIA – Perubahan zaman yang cepat dan kebutuhan pendidikan yang semakin kompleks menjadi alasan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) mendesak pembaruan total sistem pendidikan daerah. Seruan ini disampaikan dalam Rapat Paripurna ke‑25 DPRD Kaltim di Gedung B, Senin (21/7/2025), saat membahas pandangan fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan.
Melalui Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sulasih, PKB menilai Perda Nomor 1 Tahun 2016 yang selama ini menjadi dasar hukum pendidikan di Kaltim sudah tidak mampu menjawab tantangan terkini. Menurutnya, regulasi lama itu belum sepenuhnya mengakomodasi dinamika sosial, arah kebijakan nasional, dan tuntutan zaman yang terus berubah. “Fraksi PKB berkomitmen mendorong pendidikan Kaltim menjadi sistem yang kuat, adaptif terhadap perkembangan zaman, dan menyentuh kebutuhan nyata masyarakat,” ujar Sulasih.
Sulasih mengungkapkan, kesenjangan mutu dan akses pendidikan antara wilayah perkotaan dan daerah terpencil masih menjadi masalah klasik. Di pedalaman dan pesisir, anak-anak kerap belajar dengan keterbatasan infrastruktur, minimnya tenaga pendidik bersertifikat, serta ketiadaan akses internet. Kondisi ini membatasi hak anak untuk memperoleh pendidikan berkualitas. “Pendidikan adalah tiket menuju masa depan sesuatu yang tidak bisa dicuri oleh siapa pun,” tegasnya.
Selain itu, kemampuan guru dalam mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran juga belum merata. Di kota, pembelajaran digital sudah mulai diterapkan, sementara di pelosok, guru masih berjuang dengan keterbatasan pelatihan dan sarana. Ketimpangan ini dikhawatirkan akan semakin memperlebar jurang kualitas sumber daya manusia di Kaltim.
PKB menegaskan bahwa pembaruan pendidikan tidak boleh hanya menitikberatkan pada aspek akademis, tetapi juga harus inklusif dan berbasis budaya lokal. Kurikulum, menurut fraksi ini, perlu mengangkat nilai-nilai kebangsaan yang sesuai dengan karakter daerah.
PKB juga menuntut agar setiap satuan pendidikan di Kaltim ramah bagi penyandang disabilitas, baik dari segi fasilitas, metode pembelajaran, maupun ketersediaan guru yang terlatih menangani kebutuhan khusus.
Program pendidikan gratis yang selama ini digaungkan pemerintah daerah juga menjadi sorotan. PKB meminta agar komitmen tersebut diatur secara tegas dalam Raperda dan benar-benar menjamin tidak ada anak Kaltim yang putus sekolah karena alasan ekonomi. Bagi PKB, pendidikan adalah tanggung jawab negara, bukan beban keluarga. “Tidak ada alasan anak Kaltim tertinggal hanya karena faktor ekonomi,” kata Sulasih.
Lebih jauh, Sulasih menilai pembahasan Raperda harus dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Ia menekankan bahwa Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk nantinya harus mampu menghasilkan regulasi yang tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga aplikatif di lapangan.
Menurutnya, pembaruan regulasi ini bukan sekadar rutinitas formal DPRD, melainkan langkah strategis untuk menggeser pendekatan pendidikan di Kaltim menuju sistem yang adaptif, berkeadilan, dan selaras dengan kebutuhan riil masyarakat. “Pendidikan di Kaltim membutuhkan terobosan yang mampu menjawab tantangan masa depan,” tambahnya.
Dengan dorongan ini, PKB berharap pembaruan sistem pendidikan Kaltim akan menghasilkan kebijakan yang berpihak pada semua lapisan masyarakat, menghilangkan kesenjangan wilayah, serta meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Langkah tersebut diharapkan mampu melahirkan generasi Kaltim yang tangguh, berkarakter, dan siap menghadapi persaingan global. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna