NEW YORK — Upaya meredakan konflik berkepanjangan di Jalur Gaza kembali menjadi sorotan dalam sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Dalam forum tersebut, Wakil Duta Besar Tetap Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy menyampaikan penilaian Rusia terhadap rencana perdamaian yang digagas Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Menurutnya, meski belum menghasilkan gencatan senjata permanen, implementasi rencana tersebut membawa dampak nyata dalam menekan eskalasi kekerasan dan krisis kemanusiaan di Gaza.
“Perlu diakui bahwa implementasi rencana Donald Trump telah mencegah pertumpahan darah yang lebih besar dan kelaparan di Jalur Gaza. Namun, gencatan senjata yang langgeng belum tercapai,” kata Polyanskiy pada sidang Dewan Keamanan PBB, Selasa (16/12/2025).
Pernyataan itu mencerminkan sikap Rusia yang relatif berhati-hati, namun mengakui adanya perubahan situasi di lapangan sejak rencana tersebut mulai dijalankan. Polyanskiy menilai, intensitas pertempuran besar telah berkurang dibandingkan periode sebelumnya, yang ditandai dengan serangan masif dan meningkatnya korban sipil. Meski demikian, ia menegaskan bahwa kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza masih jauh dari memadai.
Dalam penjelasannya, Polyanskiy mengkritik pembatasan yang masih diberlakukan Israel terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan. Ia menyebut kebutuhan dasar penduduk Gaza baru terpenuhi sekitar 35 persen akibat hambatan distribusi. Kondisi tersebut, menurutnya, menjadi faktor utama yang menghambat pemulihan kehidupan warga sipil, terutama di sektor pangan, kesehatan, dan sanitasi.
Isu Gaza juga tidak terlepas dari langkah Dewan Keamanan PBB yang pada November lalu mengadopsi resolusi penting terkait pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (International Stabilization Force/ISF) di wilayah tersebut. Resolusi itu disponsori oleh Amerika Serikat dan disetujui oleh 13 dari 15 anggota DK PBB. Sementara itu, Rusia dan China memilih abstain, tanpa menggunakan hak veto yang mereka miliki.
Donald Trump secara terbuka menyampaikan apresiasi kepada Rusia dan China karena tidak menghalangi pengesahan resolusi tersebut. Keputusan itu dinilai membuka jalan bagi keterlibatan internasional yang lebih luas dalam menjaga stabilitas pascakonflik di Jalur Gaza, meski implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan politik dan keamanan.
Sebelumnya, pada akhir September, Trump mengumumkan rencana perdamaian komprehensif yang terdiri atas 20 poin untuk mengakhiri konflik antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Rencana tersebut mencakup aspek keamanan, politik, dan tata kelola pemerintahan Gaza setelah konflik mereda.
Salah satu poin krusial dalam rencana itu adalah tuntutan agar Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya melepaskan peran mereka dalam pemerintahan Jalur Gaza. Sebagai gantinya, pengelolaan wilayah tersebut akan diserahkan kepada sebuah komite Palestina yang beranggotakan para teknokrat dan tokoh nonpolitis. Komite ini direncanakan bekerja di bawah pengawasan sebuah dewan internasional yang dipimpin langsung oleh Trump.
Gagasan tersebut menuai beragam tanggapan di tingkat internasional. Sebagian pihak menilai rencana itu berpotensi menciptakan stabilitas jangka pendek, sementara pihak lain mempertanyakan legitimasi dan keberlanjutan pengaturan politik Gaza tanpa partisipasi penuh aktor lokal utama.
Dalam konteks ini, pernyataan Rusia di DK PBB mencerminkan pandangan bahwa langkah-langkah sementara memang mampu menurunkan eskalasi, tetapi belum menyentuh akar persoalan konflik. Tanpa gencatan senjata permanen dan akses kemanusiaan yang lebih luas, situasi Gaza dinilai masih rapuh dan berpotensi kembali memburuk. []
Diyan Febriana Citra.

