KUALA LUMPUR – Upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja resmi dimulai dengan digelarnya perundingan damai di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (04/08/2025). Kedua negara berupaya menurunkan eskalasi konflik yang beberapa pekan terakhir mengakibatkan puluhan korban jiwa dan gelombang pengungsian di kawasan perbatasan.
Perundingan yang berlangsung dalam forum Komite Perbatasan Umum ini dirancang sebagai langkah bilateral untuk menyelesaikan sengketa wilayah, khususnya yang mencakup area sensitif di sekitar kuil kuno Ta Moan Thom. Agenda pertemuan diperluas dari satu hari menjadi empat hari, menandakan kompleksitas dan urgensi situasi.
Menteri pertahanan dari kedua negara dijadwalkan hadir dalam pertemuan puncak pada Kamis (07/08/2025), didampingi oleh pengamat internasional dari Malaysia, Amerika Serikat, dan China. Malaysia sendiri bertindak sebagai tuan rumah sekaligus penengah, mengingat posisinya sebagai negara netral dan saat ini menjabat Ketua ASEAN.
Konflik terbaru meletus akhir Juli lalu dan menelan sedikitnya 43 korban jiwa, mayoritas dari kalangan sipil. Bentrokan terjadi di beberapa titik sepanjang perbatasan, melibatkan tembakan artileri dan serangan udara. Ribuan warga dari kedua negara terpaksa mengungsi demi menghindari dampak langsung pertempuran.
Meski gencatan senjata telah dicapai pada 29 Juli 2025 melalui mediasi bersama Malaysia, AS, dan China, ketegangan belum sepenuhnya mereda. Tuduhan pelanggaran gencatan terus bermunculan. Kementerian Pertahanan Kamboja menuduh Thailand melanggar kesepakatan dengan membangun pagar kawat berduri dan mengoperasikan ekskavator di wilayah sengketa.
Thailand membantah tuduhan tersebut dan menyatakan tidak melakukan mobilisasi besar, justru menyebut Kamboja sebagai pihak yang memperkuat posisi militernya.
“Namun, ada laporan bahwa pihak Kamboja telah mengubah posisi mereka dan memperkuat pasukan mereka di area-area penting,” ujar Laksamana Muda Surasant Kongsiri, juru bicara militer Thailand.
Sementara itu, Kamboja juga menuntut pembebasan 18 tentaranya yang ditawan Thailand. Namun, otoritas Thailand menyatakan mereka akan diperlakukan sebagai tawanan perang dan hanya dibebaskan jika seluruh konflik dihentikan secara menyeluruh, bukan sekadar gencatan senjata.
Lokasi konflik, terutama di sekitar kuil Ta Moan Thom di Provinsi Surin, telah lama menjadi titik sensitif. Kamboja menuding Thailand menjatuhkan bom di wilayahnya, sedangkan Thailand menyebut Kamboja menanam ranjau baru yang melukai tentaranya. Kedua negara pun saling bereaksi dengan pengerahan kekuatan militer, termasuk penggunaan jet tempur F-16.
Upaya Malaysia sebagai mediator kini menjadi sorotan, apalagi dengan dukungan Presiden AS Donald Trump yang mengklaim dirinya mendorong perundingan dengan tekanan ekonomi. Trump disebut mengancam akan menghentikan kerja sama dagang sebagai bentuk sanksi jika konflik terus berlanjut.
Meski perundingan telah dimulai, keberhasilannya masih bergantung pada kemauan politik kedua belah pihak. Komunitas internasional berharap dialog di Kuala Lumpur menjadi titik awal de-eskalasi dan pembentukan solusi damai jangka panjang di kawasan yang kerap bergolak ini. []
Diyan Febriana Citra.