Pidato Prabowo di PBB: Antitesis terhadap Argumen Trump

Pidato Prabowo di PBB: Antitesis terhadap Argumen Trump

JAKARTA – Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai pidato Presiden RI Prabowo Subianto dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki substansi kuat dan berani menentang pandangan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Menurutnya, Prabowo menunjukkan sikap berbeda dengan menegaskan pentingnya peran PBB dalam menjaga perdamaian dunia.

“Bila di-kontra dengan pidato Trump, ini seperti pro dan kontra. Karena Trump menyebut PBB tidak berguna, namun sebaliknya Prabowo,” ujar Hikmahanto saat dihubungi, Rabu (24/9/2025).

Ia menambahkan, pidato Prabowo tidak hanya berisi retorika, tetapi mampu memberikan arah kepada forum internasional tersebut. Hikmahanto juga menyoroti kemampuan Prabowo dalam menyampaikan gagasannya dengan bahasa Inggris yang jelas, baik dalam pengucapan maupun penekanan.

Selain menyinggung kelembagaan PBB, Prabowo juga menyampaikan pandangan berbeda dari Trump mengenai isu lingkungan hidup. “Trump mengatakan climate change dan isu lingkungan hoaks, sementara Presiden (Prabowo) mengatakan real,” kata Hikmahanto.

Dalam kesempatan itu, Prabowo turut mengecam tindakan Israel, meskipun tidak secara langsung menyebut nama negara tersebut. Menurut Hikmahanto, pernyataan itu sejalan dengan sikap Indonesia yang konsisten mendukung solusi dua negara. “Namun Presiden menyampaikan bahwa Israel akan diakui apabila Palestina diakui terlebih dahulu, ini masih in line dengan two state solution,” ujarnya.

Sebagai informasi, Prabowo menjadi pembicara ketiga dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat. Dalam pidatonya, ia menyinggung sejumlah isu strategis, mulai dari perdamaian dunia hingga dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.

Prabowo tampil penuh semangat di hadapan forum internasional. Ia bahkan beberapa kali menghentakkan tangannya ke meja mimbar untuk menegaskan poin-poin penting yang disampaikan. Sepanjang pidato, tercatat delapan kali tepuk tangan terdengar dari para delegasi, termasuk standing ovation pada akhir sesi.

Pidato tersebut dianggap banyak pihak sebagai salah satu momen penting yang menunjukkan sikap politik luar negeri Indonesia di tengah dinamika global.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional