NEW YORK – Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyampaikan pidato secara virtual dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (25/09/2025). Lewat penampilan yang jauh lebih singkat dibanding pidato-pidatonya di masa lalu, Abbas menegaskan komitmen untuk mendukung solusi dua negara dan menyatakan kesiapan bekerja sama dengan sejumlah pihak internasional, termasuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Abbas menegaskan bahwa Gaza merupakan bagian tak terpisahkan dari Negara Palestina. “Kami telah menegaskan dan akan terus menegaskan bahwa Gaza adalah bagian integral dari Negara Palestina, dan bahwa kami siap untuk memikul tanggung jawab penuh atas pemerintahan dan keamanan di sana,” ujarnya. Ia menambahkan, “Hamas tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan, dan Hamas bersama dengan faksi-faksi lain harus menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Nasional Palestina.”
Deklarasi yang disahkan Majelis Umum PBB bulan ini memperkuat langkah Abbas. Dokumen setebal tujuh halaman itu memuat visi penyelesaian konflik Israel-Palestina melalui pembentukan dua negara dan penghentian perang Gaza. Dukungan mayoritas dari 193 anggota PBB memberi legitimasi politik internasional, meski realisasi di lapangan masih penuh tantangan.
Pidato Abbas segera memicu respons keras. Hamas menolak keras pernyataannya dengan menyebutnya sebagai “pelanggaran terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.” Dalam pernyataan resmi, Hamas menegaskan persenjataan mereka tidak bisa ditawar selama pendudukan Israel masih berlangsung.
Di sisi lain, Israel juga memberikan reaksi. Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar menyindir Abbas melalui media sosial, dengan menyebut pemimpin Palestina itu “dengan mudahnya menyerahkan Gaza kepada Hamas pada 2007” dan kini ingin mengambil alih lagi. Ia juga menyinggung pin berbentuk kunci di jas Abbas yang menurutnya melambangkan “keinginan membanjiri Israel dengan keturunan pengungsi 1948.” Sa’ar menegaskan, “Israel tidak akan tertipu lagi.”
Abbas yang kini berusia 89 tahun tampak berupaya menunjukkan Otoritas Palestina sebagai alternatif yang lebih moderat dibanding Hamas. Dengan dukungan sebagian negara besar, termasuk Arab Saudi dan Prancis, ia mencoba memanfaatkan momentum pengakuan kenegaraan Palestina yang semakin meluas.
“Kami menyatakan kesiapan kami untuk bekerja sama dengan Presiden Donald Trump, dengan Arab Saudi, Prancis, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan semua mitra untuk melaksanakan rencana perdamaian yang didukung oleh Majelis Umum,” kata Abbas.
Dalam penutup pidatonya, Abbas menyampaikan pesan optimisme kepada rakyat Palestina. “Fajar kebebasan akan muncul,” ujarnya, sambil menggambarkan penderitaan warganya yang menurutnya menghadapi perang genosida, penghancuran, kelaparan, dan penggusuran.
Meski deklarasi PBB memberikan dukungan moral, realitas politik dan militer di Gaza serta Tepi Barat menunjukkan bahwa jalan menuju solusi dua negara masih terjal. Namun, pidato Abbas memberi gambaran jelas tentang arah diplomasi Palestina yang ingin mengandalkan konsensus internasional dan menegaskan kembali posisi Otoritas Palestina di panggung global. []
Diyan Febriana Citra.