SOFIA – Gejolak politik di Bulgaria mencapai titik baru setelah Perdana Menteri Rosen Zhelyazkov menyampaikan pengunduran dirinya pada Kamis (11/12/2025). Keputusan yang diumumkan di gedung parlemen itu menjadi babak terbaru dari rangkaian protes massal yang telah berlangsung selama beberapa pekan dan menyoroti persoalan korupsi yang dianggap mengakar dalam pemerintahan negara tersebut.
Zhelyazkov, yang baru kurang dari setahun menjabat dan merupakan perdana menteri keenam dalam lima tahun terakhir, memilih mundur hanya beberapa menit sebelum parlemen memulai pemungutan suara mosi tidak percaya. Di hadapan wartawan, ia menyampaikan alasan yang mendorongnya mengambil langkah tersebut.
“Keinginan kami adalah untuk berada pada tingkat yang diharapkan masyarakat,” katanya. Ia menegaskan bahwa pemerintah telah mendengar suara ribuan warga yang turun ke jalan. “Kami telah mendengar suara rakyat yang telah turun ke jalan. Kita harus memenuhi tuntutan mereka, dan apa yang mereka tuntut saat ini adalah pengunduran diri pemerintah,” ujarnya.
Dalam pidatonya, Zhelyazkov memperingatkan bahwa Bulgaria kini memasuki periode yang tidak menentu karena pemerintah akan berjalan tanpa kabinet reguler pada saat negara itu memulai tahapan awal adopsi euro. Meski demikian, bank sentral Bulgaria memastikan bahwa proses transisi mata uang tetap berlangsung sesuai rencana. Ketidakpastian yang muncul juga berpotensi menunda penyelesaian rancangan anggaran 2025 hingga pemerintahan baru terbentuk. Presiden Rumen Radev sendiri belum mengumumkan jadwal pemilu baru ataupun rencana pembentukan pemerintahan sementara.
Protes besar yang mengguncang Bulgaria selama sebulan terakhir menjadi faktor utama yang mendorong kejatuhan kabinet. Demonstrasi tidak hanya terjadi di Sofia, tetapi juga di sejumlah kota besar lain. Pemandangan jalanan yang dipenuhi ribuan massa dari warga lanjut usia hingga kaum muda menunjukkan tingkat solidaritas nasional yang jarang terlihat sebelumnya. Keterlibatan generasi muda bahkan disebut sebagai sorotan utama.
Salah satu peserta demonstrasi, Maria Tsakova, spesialis komunikasi berusia 27 tahun, menilai bahwa kelompok muda merupakan “kekuatan pendorong” gerakan tersebut. Menurutnya, penyebaran informasi melalui media sosial mempercepat mobilisasi massa dan memperkuat semangat aksi. Ia menyebut bahwa Bulgaria membutuhkan reformasi mendasar untuk mengakhiri praktik korupsi dan memperkuat sistem peradilan yang independen. Tsakova juga menyoroti kasus penangkapan Wali Kota Varna yang menurut sebagian kalangan bermotif politis.
“Saya berharap kita bisa mempertahankan tingkat keterlibatan dan partisipasi sipil yang sama sampai pemilihan nanti,” katanya. Ia menambahkan, “Saya berharap Gen Z bisa membuat aktivitas memilih menjadi sesuatu yang viral.”
Pendapat senada disampaikan Rosina Pencheva, kurator seni berusia 38 tahun yang menganggap pengunduran diri Zhelyazkov sebagai sesuatu yang tak terhindarkan.
“Orang-orang sudah lelah dibohongi, dan mereka tidak akan berhenti sampai pemerintah turun,” ujarnya. Dukungan publik terhadap gerakan protes juga terlihat dalam jajak pendapat terbaru yang menunjukkan sekitar 70 persen warga Bulgaria menyetujui aksi tersebut.
Dimitar Keranov, analis di German Marshall Fund, menilai bahwa protes yang awalnya dipicu rancangan anggaran 2025 kini berubah menjadi perlawanan terhadap korupsi yang dianggap merusak fungsi negara. Ia menyebut bahwa isu tersebut memperlihatkan orientasi Bulgaria yang semakin kuat ke arah Eropa, terutama di kalangan generasi muda, sementara pengaruh Rusia dinilai kian melemah. “Persepsi bahwa Bulgaria ditarik antara Eropa dan Rusia itu tampak lebih besar daripada kenyataannya,” ujarnya. []
Diyan Febriana Citra.

