JAKARTA – Sidang gugatan perdata senilai Rp125 triliun terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Setelah melalui beberapa penundaan, perkara ini kini memasuki tahap mediasi yang dijadwalkan pada Senin (29/09/2025) pukul 10.00 WIB.
Penggugat, Subhan Palal, membenarkan bahwa mediasi pertama akan digelar pagi hari. “Hari ini jam 10.00 WIB,” kata Subhan saat dikonfirmasi.
Di sisi lain, kuasa hukum Gibran, Dadang Herli Saputra, menjelaskan bahwa kliennya tidak hadir langsung pada pertemuan tersebut. Kehadiran Gibran akan diwakilkan oleh tim penasihat hukum.
“Untuk prinsipal belum ada informasi. Kemungkinan besar akan diwakilkan ke kami untuk mengikuti tahapan mediasi,” ujarnya.
Menurut Dadang, pada pertemuan pertama ini mediator akan memberikan penjelasan mekanisme. Jika pihak penggugat membawa proposal perdamaian, maka dokumen itu dapat diserahkan kepada mediator untuk kemudian ditanggapi pihak tergugat.
“Hal-hal lain saya belum tahu apa saja yang nanti akan disampaikan oleh mediator hari ini,” tambahnya.
Majelis hakim menunjuk Hakim Sunoto sebagai mediator. Baik penggugat maupun tergugat telah menyetujui penunjukan tersebut. Sesuai aturan, proses mediasi maksimal berlangsung 30 hari. Jika para pihak mencapai kesepakatan, maka hasilnya dituangkan dalam bentuk perjanjian perdamaian.
“Kemudian, apabila terjadi kesepakatan, akan dituangkan ke kesepakatan perdamaian,” ujar Ketua Majelis Hakim, Budi Prayitno.
Perkara ini sempat tertunda beberapa kali. Pada 15 September 2025, sidang ditunda lantaran Kartu Tanda Penduduk (KTP) Gibran tidak dilampirkan sehingga majelis hakim meminta kelengkapan dokumen.
“Kami tunggu lengkap dulu baru kemudian melanjutkan untuk mediasi. KTP T1 (Gibran) kan belum ya,” kata Hakim Budi kala itu.
Sidang sebenarnya sudah dijadwalkan sejak 8 September 2025, namun ditunda setelah Subhan menyampaikan keberatan karena Gibran diwakili oleh jaksa pengacara negara. “Ini gugatan pribadi, kenapa pakai jaksa negara? Ini kuasa bukan pribadi,” kata Subhan saat sidang.
Dalam gugatannya, Subhan menuding adanya ketidaksesuaian ijazah SMA Gibran dengan aturan pencalonan wakil presiden. Ia menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap meloloskan pencalonan tersebut, sehingga dianggap melakukan perbuatan melawan hukum. Atas dasar itu, Subhan meminta majelis hakim menyatakan status Gibran sebagai wakil presiden tidak sah serta menuntut ganti rugi fantastis Rp125 triliun.
Kasus ini menjadi sorotan luas publik karena melibatkan seorang wakil presiden aktif sekaligus anak Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Meski nilai gugatannya terbilang sangat besar, proses mediasi tetap dijadikan ruang awal untuk mencari solusi damai sebelum berlanjut ke sidang pembuktian. Hasil dari mediasi ini akan menentukan arah kelanjutan perkara yang dinilai sarat implikasi politik dan hukum. []
Diyan Febriana Citra.