Polemik MBG Saat Libur Sekolah, DPR dan BGN Beda Pandangan

Polemik MBG Saat Libur Sekolah, DPR dan BGN Beda Pandangan

Bagikan:

JAKARTA – Perdebatan mengenai keberlanjutan program Makan Bergizi Gratis (MBG) saat masa libur sekolah kembali mencuat. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengusulkan agar program tersebut dihentikan sementara ketika siswa tidak menjalani kegiatan belajar mengajar. Menurutnya, pelaksanaan MBG di masa liburan dinilai kurang efektif dan berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik Sudaryati Deyang menegaskan bahwa prinsip utama dari program MBG adalah pemenuhan gizi anak secara berkelanjutan. Ia menilai pemberian gizi seharusnya dilakukan secara konsisten, tidak bergantung pada kalender akademik sekolah.

“Kan Badan Gizi Nasional (BGN) bertanggung jawab untuk gizi anak-anak dan pemberian gizi itu harus konsisten,” kata Nanik kepada wartawan, Rabu (24/12/2025).

Meski demikian, Nanik tidak ingin polemik ini berkembang lebih jauh. Ia menekankan bahwa keputusan akhir terkait kelanjutan atau penghentian sementara MBG saat libur sekolah berada di tangan Kepala BGN, Dadan Hindayana. Sebagai wakil, ia memilih bersikap normatif dan menyerahkan kebijakan strategis kepada pimpinan lembaga.

“Tapi saya tidak mau berpolemik, coba tanyakan ke Pak Dadan aja kira-kira mau dihentikan apa nggak, kan saya hanya wakil,” ujar Nanik.

Di sisi lain, isu lain yang turut menjadi sorotan adalah praktik pembagian MBG yang dirapel selama masa libur sekolah. Menurut Nanik, mekanisme tersebut tidak diatur secara kaku dan sepenuhnya bergantung pada kesepakatan antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan pihak sekolah, guru, orang tua, serta peserta didik.

“Aturannya sebetulnya tergantung kesepakatan dengan guru, orang tua murid dan juga murid. Intinya MBG ini nggak dipaksa, yang mau ambil silakan dan nggak juga tidak apa-apa,” ucap Nanik.

Ia menegaskan bahwa fleksibilitas menjadi kunci agar program MBG tetap relevan dengan kondisi lapangan. “Bagaimana mekanismenya pokoknya disepakati SPPG dengan sekolah,” sambungnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini menyampaikan pandangan berbeda. Ia menilai program MBG seharusnya mengikuti aktivitas belajar siswa. Saat sekolah libur, menurutnya, distribusi makanan bergizi menjadi tidak tepat sasaran.

“Seharusnya di masa liburan sekolah, MBG diliburkan juga karena tidak efektif untuk menjangkau siswa,” kata Yahya Zaini kepada wartawan, Rabu (24/12/2025).

Yahya mengungkapkan bahwa Komisi IX DPR RI telah melakukan pemantauan langsung di lapangan. Berdasarkan hasil kunjungan ke Kota Tangerang saat masa libur sekolah, ia menemukan bahwa menu MBG yang disajikan tidak memenuhi standar gizi sebagaimana diharapkan.

“Pertama, menu yang disajikan bukanlah menu yang dimasak, melainkan makanan siap saja. Hal ini terbukti waktu kunjungan Komisi IX ke Kota Tangerang di saat libur sekolah. Menu yang disajikan oleh SPPG adalah makanan berupa roti, pisang dan susu sehingga mengurangi standar gizi,” ujar Yahya Zaini.

Selain kualitas menu, Yahya juga menyoroti aspek beban ekonomi bagi orang tua. Ia menilai skema pengambilan makanan ke sekolah saat siswa libur justru menambah biaya transportasi keluarga.

“Kedua, kalau makanan diantar ke sekolah sementara siswa lagi libur akan memberatkan orang tua karena harus memberikan uang transport kepada anaknya hanya untuk mengambil makanan,” kata dia.

Lebih lanjut, Yahya mengkritisi opsi distribusi MBG langsung ke rumah siswa. Menurutnya, pola tersebut berisiko meningkatkan biaya operasional secara signifikan.

“Ketiga, kalau makanan diantar ke rumah masing-masing akan menambah biaya transportasi dan lebih rumit karena rumah siswa tersebar secara meluas. Kemudian biaya transportasi menjadi beban siapa? Tidak mungkin dibebankan kepada SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) karena jumlahnya cukup besar,” ujar Yahya.

“Kalau dibebankan kepada BGN ini menjadi pemborosan. Jadi kebijakan BGN yang tetap membagi makanan di saat libur sekolah sebaiknya dievaluasi, karena membebani orang tua, SPPG dan BGN sendiri,” sambungnya.

Perbedaan pandangan antara DPR dan BGN ini menunjukkan perlunya evaluasi kebijakan yang lebih komprehensif, agar tujuan pemenuhan gizi anak tetap tercapai tanpa menimbulkan persoalan baru di lapangan. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Nasional