PARLEMENTARIA — Menjelang tahun ajaran baru 2025, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali menjadi sorotan. Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Baba, menyampaikan kekhawatiran serius terhadap potensi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses seleksi siswa, terutama di sekolah-sekolah unggulan yang banyak diminati masyarakat.
Dalam keterangannya di Gedung DPRD Kaltim, Kamis (19/06/2025), Baba menilai euforia masyarakat yang berlomba-lomba memasukkan anak ke sekolah favorit dapat menciptakan celah penyimpangan. “Banyak orang tua berebut kursi di sekolah favorit. Kondisi ini menciptakan celah yang bisa dimanfaatkan untuk praktik tidak sehat,” ujar Baba. Ia mengungkapkan bahwa pelaksanaan PPDB setiap tahun kerap menyisakan berbagai persoalan. Beragam jalur penerimaan seperti jalur afirmasi dan prestasi non-akademik, menurutnya, sering menjadi titik rawan manipulasi jika tidak diawasi secara ketat.
“PPDB harus bebas dari intervensi. Jangan sampai ada siswa yang layak justru tersingkir karena praktik KKN,” tegasnya. Baba juga menyoroti pelaksanaan jalur afirmasi yang dinilai kerap melenceng dari tujuan awalnya. Ia menyatakan bahwa kuota untuk kelompok rentan justru bisa disalahgunakan jika pengawasannya lemah. “Kalau tidak dijaga, kuota afirmasi bisa dipakai oleh yang bukan sasaran. Ini bahaya dan mencederai semangat pemerataan pendidikan,” katanya.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Komisi IV DPRD Kaltim berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan PPDB tahun ini, mulai dari regulasi teknis hingga pengawasan terhadap celah-celah yang berpotensi disalahgunakan oleh oknum. “Nanti kami telaah, apakah aturan PPDB sudah cukup kuat dan adil? Kalau belum, tentu akan kami dorong perbaikan,” jelas Baba.
Ia menegaskan, sektor pendidikan harus menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas layanan publik. Menurutnya, segala bentuk pelanggaran dalam sistem pendidikan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap masa depan bangsa. “Korupsi di sektor pendidikan adalah bentuk pengkhianatan terhadap masa depan anak-anak kita. Ini tidak bisa ditoleransi,” pungkasnya. []
Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna