JAKARTA — Pemerintah Indonesia terus mematangkan langkah diplomasi ekonomi dengan Amerika Serikat menjelang peresmian kesepakatan dagang bilateral yang direncanakan pada Januari 2026. Perjanjian ini dipandang sebagai instrumen penting bagi Indonesia untuk menjaga daya saing ekspor nasional sekaligus menyesuaikan diri dengan arah kebijakan perdagangan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang kembali mengedepankan pendekatan “America First”.
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump dijadwalkan menandatangani dokumen perjanjian tersebut dalam pertemuan tingkat tinggi yang tengah difinalisasi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa proses perundingan telah memasuki tahap akhir dan hanya menyisakan pembahasan final yang akan berlangsung pada pekan kedua Januari 2026.
Menurut Airlangga, penyelesaian teknis perjanjian menjadi kunci sebelum dokumen resmi dapat disiapkan untuk ditandatangani oleh kedua kepala negara. Fokus utama kesepakatan ini adalah pengaturan tarif resiprokal atau tarif timbal balik, yang diharapkan dapat menciptakan keseimbangan akses pasar sekaligus mendorong peningkatan volume perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
“Dokumen yang ditargetkan selesai satu minggu setelah seluruh proses teknis diselesaikan. Sebelum akhir Januari akan disiapkan dokumen ditandatangan resmi oleh Bapak Prabowo dan Presiden AS Donald Trump,” ujar Airlangga dalam pernyataan daring, Selasa (23/12/2025).
Langkah ini mencerminkan upaya intensif pemerintah Indonesia dalam membaca dinamika kebijakan perdagangan global, khususnya menyikapi orientasi proteksionisme selektif yang kerap dikaitkan dengan kepemimpinan Donald Trump. Melalui negosiasi yang intens, pemerintah berharap kebijakan tarif timbal balik justru membuka peluang baru bagi produk Indonesia di pasar AS, bukan sebaliknya.
Airlangga menegaskan bahwa pendekatan diplomasi ekonomi yang dilakukan Indonesia diarahkan untuk memastikan prinsip saling menguntungkan atau win-win solution. Dalam konteks ini, kesepakatan dagang tidak hanya dilihat sebagai instrumen ekonomi semata, tetapi juga sebagai fondasi penguatan hubungan strategis kedua negara di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Di sisi lain, kesiapan teknis dan diplomatik juga menjadi perhatian utama. Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Indroyono Soesilo, menyampaikan bahwa seluruh perangkat diplomatik Indonesia di Washington telah bersiaga untuk mendukung proses finalisasi hingga pelaksanaan penandatanganan perjanjian.
“Sejak satu minggu lalu kami sedang menunggu instruksi dari Jakarta terkait kunjungan Pak Presiden ke DC untuk acara tanda tangan Presiden Trump dan Presiden Prabowo berkaitan resiprokal tarif ini,” jelas Indroyono.
Ia menambahkan bahwa koordinasi internal terus dilakukan agar seluruh rangkaian kegiatan kenegaraan dapat berjalan lancar dan sesuai protokol. “KBRI Washington DC siap menyiapkan pertemuan akhir Januari tersebut,” tegasnya.
Pemerintah Indonesia memandang kesepakatan dagang RI-AS ini sebagai langkah strategis dalam menjaga stabilitas perdagangan nasional di tengah kompetisi global yang semakin ketat. Amerika Serikat selama ini merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, baik dari sisi ekspor maupun investasi. Karena itu, keberhasilan perjanjian ini diyakini dapat memberikan kepastian bagi pelaku usaha dan industri nasional dalam jangka menengah hingga panjang.
Lebih jauh, kesepakatan ini juga dinilai memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan dagang internasional lainnya. Dengan mengamankan kesepakatan tarif yang kompetitif bersama AS, Indonesia diharapkan dapat memperluas akses pasar sekaligus meningkatkan kepercayaan investor global pada awal tahun 2026. []
Diyan Febriana Citra.

