LIMA – Pemerintah Peru kembali mengambil langkah tegas menghadapi meningkatnya kriminalitas yang mengancam stabilitas nasional. Presiden sementara Jose Jeri pada Selasa (21/10/2025) resmi menetapkan status darurat di Ibu Kota Lima dan provinsi tetangganya, Callao. Keputusan ini diambil menyusul lonjakan tindak kejahatan serta gelombang protes antipemerintah yang berlangsung selama sepekan terakhir.
Langkah Jeri ini menjadi salah satu keputusan besar sejak dirinya dilantik awal Oktober 2025 lalu, menggantikan Dina Boluarte yang lengser akibat tekanan demonstrasi besar dari kelompok muda, terutama generasi Z. Melalui pidato kenegaraan yang disiarkan televisi nasional, Jeri menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan mengembalikan rasa aman masyarakat.
“Kami bergerak dari bertahan ke menyerang untuk memerangi kriminalitas, sebuah perjuangan untuk menciptakan kembali perdamaian, ketertiban serta kepercayaan jutaan rakyat Peru,” ujar Jeri seperti dikutip dari Reuters.
Status darurat yang berlaku mulai tengah malam itu telah mendapat persetujuan Dewan Menteri. Dengan kebijakan tersebut, militer akan turun langsung membantu kepolisian menjaga keamanan publik, membubarkan kerusuhan, dan menekan angka kejahatan yang meningkat tajam di kawasan urban.
Situasi Peru dalam beberapa pekan terakhir memang memanas. Gelombang protes yang terjadi di berbagai daerah menuntut pemerintah segera menekan laju kriminalitas, yang menurut warga sudah berada pada tingkat mengkhawatirkan. Aksi massa di Lima bahkan berujung bentrok, menyebabkan sedikitnya satu orang tewas dan lebih dari seratus orang luka-luka.
Jose Jeri yang sebelumnya dikenal sebagai akademisi dan reformis politik menghadapi ujian berat di awal masa kepemimpinannya. Ia diharapkan mampu menyeimbangkan kebutuhan akan ketertiban dengan upaya memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dalam pernyataannya, Jeri menegaskan akan memimpin secara tegas, tetapi tetap mengedepankan hak-hak warga.
Langkah ini bukan yang pertama kali dilakukan di Peru. Sebelumnya, mantan presiden Dina Boluarte juga pernah memberlakukan status darurat selama 30 hari pada Maret 2025 untuk mengatasi kondisi keamanan yang serupa. Namun, berbagai analis menilai kebijakan darurat itu tidak sepenuhnya efektif menekan kejahatan.
Sejumlah pengamat menilai keputusan Jeri menunjukkan perubahan strategi dalam menghadapi ancaman kriminalitas yang kian kompleks. Meski demikian, sebagian kalangan masyarakat sipil mengingatkan agar penggunaan kekuatan militer tidak menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia seperti yang pernah terjadi pada masa lalu.
Dengan sisa waktu kepemimpinannya hingga pemilu pada April 2026, Jeri dituntut untuk membuktikan bahwa pemerintahannya mampu menegakkan hukum tanpa mengorbankan kebebasan sipil, sekaligus mengembalikan rasa aman di tengah masyarakat yang selama ini dihantui ketidakpastian. []
Diyan Fenriana Citra.