JAKARTA – Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian serius pada percepatan pemenuhan kebutuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salah satu langkah strategis yang tengah dipertimbangkan adalah pembentukan lembaga baru yang secara khusus menangani percepatan pembangunan perumahan rakyat dari hulu hingga hilir.
Keinginan tersebut disampaikan Presiden Prabowo dalam rapat terbatas bersama sejumlah menteri di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Selasa (30/12/2025). Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP) Fahri Hamzah mengungkapkan bahwa Presiden menilai skema pembangunan perumahan yang ada saat ini masih menghadapi banyak hambatan struktural, terutama terkait lahan, perizinan, dan pembiayaan.
“Beberapa kali Beliau (Presiden, red.) menitipkan pesan untuk mencari mekanisme percepatan pembangunan perumahan, dan ada mandat dari beberapa undang-undang untuk pembentukan lembaga untuk percepatan pembangunan perumahan. Yang intinya, memang harus ada lembaga yang mengambil alih persoalan tanah, pengadaan lahan, kemudian mengambil alih persoalan perizinan, juga mengambil alih persoalan pembiayaan, dan juga hunian, kemudian manajemen hunian yang berbasis hunian sosial, karena Beliau membayangkan harus ada akselerasi besar-besaran,” kata Fahri Hamzah saat jumpa pers selepas menghadap Presiden Prabowo Subianto.
Dalam agenda rapat terbatas tersebut, Presiden Prabowo menerima laporan kinerja dari beberapa pejabat negara. Pada sesi pertama, Presiden mendengarkan paparan Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto. Selanjutnya, pada rapat terbatas kedua, laporan disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari dan Wamen PKP Fahri Hamzah.
Fahri menambahkan, komitmen Presiden terhadap sektor perumahan juga tercermin dari kebijakan anggaran. Presiden Prabowo disebut telah menyetujui alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 untuk program renovasi rumah dengan target mencapai dua juta unit. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan usulan awal yang hanya sekitar 400.000 unit. Dari total dua juta rumah itu, sekitar satu juta unit direncanakan berada di kawasan perkotaan.
“Ini kita memang memerlukan satu mekanisme percepatan, akselerasi, karena di perkotaan itu ada banyak masalah, ketersediaan lahan yang memang sangat sulit, dan inilah yang kami lagi desain konsepnya dalam bentuk perpres (peraturan presiden) atau PP (peraturan pemerintah) yang sedang kami siapin,” kata Fahri.
Menurut Fahri, tantangan perumahan di wilayah perkotaan membutuhkan pendekatan yang berbeda dan terintegrasi. Oleh karena itu, pembentukan lembaga khusus dinilai penting agar proses pembangunan rumah tidak terhambat oleh birokrasi yang berlapis.
Saat ini, Kementerian PKP telah melakukan koordinasi lintas kementerian untuk mematangkan rencana tersebut. Fahri mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini guna membahas aspek kelembagaan dan regulasi.
“Mudah-mudahan 1-2 hari ini kami ada pertemuan lagi, dan kalau bisa di awal tahun ini sudah kita bisa sahkan. Saya juga berkoordinasi dengan Danantara, karena salah satu penyedia lahan yang paling masif nanti, terutama untuk konsep TOD, transit-oriented development, itu nanti Danantara, dan karena itu semua nanti akan diregulasi dalam pembentukan badan yang mengurusi percepatan pembangunan rumah rakyat,” ujar Wamen PKP.
Pemerintah berharap kehadiran lembaga baru tersebut dapat menjadi solusi konkret dalam mengatasi backlog perumahan nasional, sekaligus mempercepat realisasi hunian layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah di seluruh Indonesia. []
Diyan Febriana Citra.

