KOREA SELATAN – Mahkamah Konstitusi Korea Selatan akhirnya menguatkan keputusan Majelis Nasional untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk-yeol pada Jumat, 4 April 2025. Putusan yang dinantikan selama lebih dari tiga bulan itu disambut lega oleh banyak warga Korea Selatan, menandai berakhirnya ketidakpastian politik yang telah membayangi negara tersebut sejak Desember 2024.
Pemakzulan Yoon ini merupakan titik akhir dari krisis yang bermula saat dirinya mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember 2024, sebuah tindakan kontroversial yang justru menuai penolakan dan menggiring situasi ke dalam ketegangan politik. Tak lama setelah itu, Majelis Nasional Korea meloloskan mosi pemakzulan yang pada akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi setelah melalui proses selama 111 hari.
Putusan ini memberikan reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian besar warga menyambutnya dengan sukacita dan harapan baru. Kim Yi-kang, seorang pekerja sektor teknologi di Sejong, menyatakan kelegaannya saat menyaksikan langsung putusan Mahkamah Konstitusi melalui YouTube. Ia menekankan pentingnya fokus pada isu-isu nasional yang lebih mendesak, seperti ketegangan dalam perdagangan dengan Amerika Serikat dan kondisi ekonomi domestik yang sedang lesu.
Harapan akan meredanya polarisasi politik juga digaungkan oleh warga lainnya. Do Kwang-seok, warga Suwon, menyampaikan keinginannya agar negeri yang terpecah belah ini bisa segera kembali bersatu melalui pemilihan presiden yang dijadwalkan berlangsung pada awal Juni. Ia mengungkapkan kejenuhannya atas demonstrasi yang terus-menerus antara kubu pro dan anti-Yoon, serta keinginan untuk melihat arah baru bagi bangsa Korea Selatan.
Namun, tidak semua warga merasa optimis. Gwon, juga berasal dari Suwon, menyoroti potensi kekosongan kepemimpinan dan dampaknya terhadap kebijakan luar negeri, khususnya dalam menghadapi kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump. Trump baru-baru ini memberlakukan tarif impor sebesar 25 persen untuk barang-barang buatan Korea, yang dianggap memperburuk prospek ekonomi Korea Selatan pasca pemakzulan.
Sementara itu, suasana di lingkungan pemerintahan berlangsung sunyi. Kantor kepresidenan tak memberikan pernyataan resmi pada hari pemakzulan. Namun, lambang dan bendera kepresidenan — berwarna biru tua dan dihiasi dua burung phoenix serta bunga nasional — secara diam-diam diturunkan dari kompleks Yongsan, menandai berakhirnya masa jabatan Yoon setelah 1.061 hari menjabat sejak pelantikannya pada 10 Mei 2022.
Selain itu, Kementerian Pertahanan mulai menurunkan foto-foto resmi Presiden Yoon di seluruh pangkalan militer, sesuai dengan Pasal 324 dalam Pedoman Manajemen Unit Militer. Langkah serupa juga diperkirakan akan dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri dengan menginstruksikan kedutaan besar dan konsulat untuk menghapus foto-foto Yoon, sembari memberikan pemberitahuan kepada negara tuan rumah mengenai perkembangan terbaru dan pemilu yang akan diselenggarakan dalam waktu 60 hari.
Pemakzulan Yoon ini menandai sejarah sebagai proses pemakzulan terlama di Korea Selatan, melebihi kasus Presiden Park Geun-hye yang diproses selama 91 hari pada tahun 2017 dan Presiden Roh Moo-hyun selama 63 hari pada tahun 2004. Jika pemakzulan Park berhasil ditegakkan, pemakzulan terhadap Roh dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Dengan berakhirnya era Yoon Suk-yeol, Korea Selatan kini memasuki babak baru yang diwarnai dengan harapan dan tantangan. Harapan terletak pada pemulihan demokrasi dan stabilitas politik, namun tantangan besar menanti, termasuk memastikan transisi kekuasaan yang damai, mengatasi tekanan ekonomi global, dan menjaga hubungan diplomatik yang harmonis dengan negara-negara mitra. Pemilihan presiden yang akan datang pun menjadi penentu utama bagi arah baru Negeri Ginseng di tengah gejolak global yang masih belum pasti.[]
Putri Aulia Maharani