SEMARANG — Kawasan bekas tambak di Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, kini berubah menjadi daratan baru tak resmi yang dikenal warga sebagai “pulau sampah”. Fenomena ini menyoroti persoalan lingkungan yang semakin parah dan minimnya sarana pengelolaan sampah di kawasan pesisir tersebut.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, Arwita Mawarti, timbunan sampah yang menggunung di area tambak tersebut berasal dari dua sumber utama.
“Pertama, berasal dari laut yang terperangkap. Kedua, dari aktivitas warga yang masih membuang sampah ke lokasi bekas tambak,” ujar Arwita, Jumat (04/07/2025).
DLH berupaya menangani permasalahan ini melalui pendekatan jangka pendek dan jangka panjang. Dalam waktu dekat, kerja bakti bersama warga sekitar akan digelar guna membersihkan sebagian area. Namun, langkah lebih menyeluruh akan dilakukan dengan membenahi sistem pengelolaan sampah di tingkat kawasan.
“Untuk jangka panjang, kami akan meningkatkan sosialisasi agar masyarakat tidak lagi membuang sampah sembarangan. Kami juga akan berkoordinasi dengan kelurahan, kecamatan, DPU, serta BBWS untuk membuang sampah ke disposal area resmi,” ungkap Arwita.
Namun demikian, warga merasa pemerintah masih kurang tanggap. Abdul Rohah, warga RT 01 RW 13 Tambakmulyo, menyebut tumpukan sampah sudah mulai menjadi persoalan serius sejak lebih dari satu dekade lalu.
“Sampah ini kira-kira mulai kelihatan parah tahun 2012-2013. Saya rasa ini murni dari warga, karena kiriman dari luar kecil kemungkinan,” jelas Abdul.
Menurut Abdul, kondisi bekas tambak memburuk seiring datangnya banjir rob yang membuat tambak tak lagi produktif. Dibiarkan terbengkalai, kawasan ini kemudian dijadikan tempat pembuangan sampah tak resmi karena ketiadaan fasilitas penanganan limbah.
“Harusnya pemerintah menyediakan TPS. Di sini tidak ada. Bahkan petugas pengambil sampah pun tidak ada,” keluh Abdul.
Warga setempat sebenarnya telah mengambil inisiatif. Di lingkungan RT 01 RW 13, warga mengatur jadwal pengambilan sampah secara swadaya setiap dua hari sekali dan membagikan tong sampah. Namun, tanpa TPS resmi dan sistem pengangkutan yang layak, upaya ini belum membuahkan hasil maksimal.
“Kami berusaha, tapi kalau tidak ada tempat resmi, akhirnya tetap saja dibuang ke tambak. Kesadaran masyarakat soal kebersihan juga masih kurang,” tambahnya.
Warga berharap agar pemerintah segera merespons keluhan ini dengan membangun Tempat Pembuangan Sementara dan menempatkan petugas pengangkutan sampah secara berkala, sehingga lingkungan Tambaklorok tidak terus-menerus terjerat dalam siklus pencemaran. []
Diyan Febriana Citra.